Written by 8:00 pm News

So long Ricky Siahaan

Sabtu petang ini (26/4), jenasah Ricky Siahaan (gitaris Seringai) telah diberangkatkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir,  Pemakaman San Diego Hills. Ia meninggal pada Sabtu, 19 April 2025 pukul 22.10 waktu Jepang. Jenasahnya tiba di Jakarta Kamis siang (24/4) dan disemayamkan di Rumah Duka Sentosa, RSPAD, Jakarta Pusat.

Ada yang terlihat unik. Peti matinya penuh dengan stiker berbagai nama band yang ditempel oleh para kerabatnya, termasuk personel Seringai dan Tabita –  istri Ricky – yang secara khusus menempelkan stiker The Smashing Pumkins.

Ricky sangat mengidolakan Billy Corgan dari The Smashing Pumkins dan James Hetfiled dari Metallica. Lagu-lagu kedua entitas inilah yang mengantarkanya memasuki dunia ingar-bingar.  

Peti mati unik dan langka. (Foto: Denny MR)

“Ricky Siahaan has left the stage. Gitaris kami, sahabat kami, saudara kami, Ricky, telah berpulang secara mendadak setelah menyelesaikan set di penutupan tur kami di Tokyo, Jepang,” tulis akun Instagram resmi Seringai. Ia meninggal dalam usia 49 tahun.

Kepada wartawan, manajer Seringai Wendi Putranto, menjelaskan, Ricky Siahaan mengembuskan napas tidak lama setelah Seringai menyelesaikan rangkaian terakhir Wolves of East Asia Tour 2025. Ia terjatuh di belakang panggung tidak jauh dari posisi Sammy (bass) dan Eddy Khemod (drum) berada dan beberapa kru. Ada pun vokalis Arian Arifin (Arian13) tengah berada di tempat lain.

“Gue lagi berada di booth merchandise,” ujar Arian yang segera menghampur ke belakang panggung.

Tidak ada yang siap dengan kematian dramatis ini. Khemod menceritakan bagaimana sebelum waktu pertunjukan sahabatnya masih riang berbelanja oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Di panggung pun, seperti biasa, Ricky mengerahkan totalitasnya. Tampil ekspresif.

“Setelah manggung itu dia ngajak keluar dari backstage karena merasa pengap,” katan Khemod.

“Ricky meninggal di negeri yang dicintainya, Jepang,” tambah Arian arifin. “Dia mengakhiri tugasnya dengan gagah.”

Ricardo Bisuk Juara Siahaan lahir 5 Mei di Tanjung Pandan, Belitung. Sosok dengan talenta lengkap: musisi, wartawan, manajer artis, produser film dan aktivis yang ikut menentang RUU Permusikan.

Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar ia sudah tergila-gila pada heavy metal yang dimainkan oleh Motley Crue dan Iron Maiden. Menginjak remaja kupingnya terbius oleh “Seek and Destroy” dari album Kill ‘Em All-nya Metallica.

Ricky Sihaan saat masih di Sekolah Dasar. Musisi yang tidak pernah senang difoto. (Foto: Instagram Ricky Siahaan)

Lagu-lagu dari album itulah yang dibawakannya ketika membentuk Chater 69 bersama teman SMA-nya, Deddy Mahendra Desta dan Cliff Rompies, yang belakangan dikenal lewat bendera Clubeighties.

Ketika bergabung dengan Stepforward Ricky mulai mengenal Arian Arifin dari Puppen. Melalui band hardcore asal Bandung ini ia belajar bagaimana menjalankan sebuah band secara professional. Setelah Puppen membubarkan diri pada 2002, Ricky dan Arian segera membentuk Seringai. Personel lainnya adalah Toan Sirait (bass) dan Eddy Khemod (drum) yang pernah bersamanya dalam formasi Derai. Tidak lama kemudian kemudian Toan digantikan oleh Sammy Bramantyo, sampai sekarang.

Bersama Seringai Ricky Siahaan telah menyelesaikan album mini High Octane Rock (2004), album penuh Seringala Militia (2007), Taring (2012) dan Seperti Api (2018).

Sosok dengan sejumlah talenta: Musisi, wartawan, manajajer artis, aktivis, produser film. (Foto: Instagram Ricky Siahaan)

Sebagai salah satu band metal terbesar Indonesia, Seringai menemukan puncak karirnya ketika menjadi band pembuka Metallica pada 2013 di Gelora Bung Karno.

Saya mengenal Ricky Siahaan ketika ia bekerja di Majalah Rolling Stone Indonesia pada 2005 – sebelumnya dikenal sebagai produser di stasiun radio MTV On Sky yang belakangan menjadi Trax FM. Ricky-lah yang menghubungi saya ketika Seringai bermaksud mengurus ijin penggunaan  “Discotheque”-nya Duo Kribo. Lagu tersebut kemudian muncul dalam album Taring (2012).

Almarhum seorang pribadi menyenangkan.  Ramah dan humoris. Nada bicaranya pelan. Sama sekali bertolak belakangan dengan kegarangannya saat tampil di atas panggung. Wawasan musiknya terbaca ketika saya, misalnya, terlibat diskusi dengan teman-teman lain seperti Hasief Ardiansyah, Adib Hidayat, Wendi Putranto, Soleh Solihun, Theodore KS dan Denny Sakrie guna menyusun daftar 150 Album Indonesia Terbaik.

Seringai : Arian Arifin, Eddy Khemod, Ricky Siahaan, Sammy Bramantyo. (Foto: Instagram Ricky Siahaan)

Di luar urusan musik, ia dikenal sebagai manajer  Bbntang film Uko Uwais sejak 2015. Pada titik ini Ricky memperlihatkan prestasinya dengan mambawa suami Audy Item menembus pasar internasional dengan perannya dalam film-film seperti Star Wars: The Force AwakensHeadshotMile 22, dan serial Wu Assasins. Bersama Iko pula ia menjadi produser film Chinatown Express pada 2019. Kerjasama keduanya berakhir pada akhir 2022.

Seakan belum cukup, sejak Juli 2023 ia menduduki jabatan sebagai CEO Whiteboard Journal.

Gitar yang digunakan oleh Ricky Siahaan dalam konser terakhir Seringai di Tokyo, Jepang. (Foto: Denny MR)

Karya rekamnya terakhir Ricky berupa single yang berjudul “Pulang” yang dirilis pada November 26 November 2024. “Itu singel terbaru Seringai setelah hampir 7 tahun tidak merilis album,” kata Wendy kepada para wartawan.

Dengan sejumlah pencapaiannya, kepergian Ricky Siahaan harus dianggap sebagai sebuah kehilangan besar bagi dunia kreatif. Ia musik tidak hanya meninggakan jejak karya musik yang akan terus dikenang, tetapi juga persabatan dan inspirasi.

Dalam akun Instagramnya, Eddy Khemod menulis, antara lain: “25 tahun. Lebih dari setengah umur gua selalu ada Ricky.”

Kini gitar elektriknya telah berhenti menyalak. Jagat metal berkabung. Namun Seringai tidak boleh runtuh.

Selamat jalan, Ki. (*)

Visited 42 times, 1 visit(s) today
Close Search Window
Close