Oleh Denny MR
Kompleks Galeri Nasional Indonesia di jalan Medan Merdeka Timur No 14, Jakarta Pusat, yang kesehariannya tenang dan anggun, hari-hari ini terlihat semarak.
Pada Sabtu, 17 Februari, Pameran Retrospekstif God Bless 50 Tahun, berlangsung hingga 1 Maret 2024, resmi dibuka untuk umum. Pengunjung dapat melihat langsung berbagai barang berharga milik grup musik rock tersebut mulai mixer, piano klasik dan moog yang pernah digunakan oleh oleh almarhum Yockie Suryo Prayogo dan Abadi Soesman, bas Donny Fattah, gitar Ian Antono, drum Fajar Satritama, kostum, diskrografi dalam bentuk kaset, compact disc, pringan hitam hingga kliping pemberitaan berbagai media cetak sejak penerbitan di paruh ’70-an. Sebelumnya varian tersebut tidak pernah bisa diakses oleh publik.
Semua artefak diseleksi secara ketat oleh Karisa Rahmaputri, S Sn, M. Sc, alumnus University of Glasgow Museum Studies (2016).
“Pameran ini bersifat retrospektif, bukan sekadar bicara tentang musik. Setiap band harus memenuhi beberapa kriteria untuk dapat tampil di tempat sekelas Galeri Nasional Indonesia,” ungkap perempuan yang pernah mengunjungi museum The Beatles dan The Rolling Stones tersebut.
Peristiwa yang merupakan pertama kalinya terjadi ini merupakan manifestasi Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui BLU Museum dan Cagar Budaya dalam rangka mempersembahkan penghargaan atas kontribusi God Bless dalam kancah musik Indonesia, sekaligus menjalankan amanat Undang-undang No. 5 Tahun 2017, tentang Pemajuan Kebudayaan.
Mengapa God Bless?
“God Bless adalah simbol keberanian dan keteguhan dalam dunia musik. Mereka telah menginspirasi jutaan penggemar dengan musik mereka yang kuat dan penuh semangat,” ujar Ahmad Mahendra, Plt. Kepala Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya, yang juga menjabat sebagai Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru. “Mereka adalah para maestro musik,” tambahnya dalam sambutan pembukaan.
Achmad Albar yang hadir bersama para personel lain pada hari peresmian (16/2), nampak terharu menerima apresiasi yang sebelumnya tak pernah terbayangkan. Terdapat lebih dari 83 artefak sejarah yang kesemuanya merupakan saksi perjalanan panjang karirnya selama setengah abad.
Menelusuri seluruh ruang di Gedung A, lokasi pameran berlangsung, bak menjemput sensasi terutama bagi para penggemar band itu. Sebagai contoh, di salah satu ruangan terdapat piano elektrik milik Abadi Soesman yang digunakannya menggarap album Cermin (1980). Melalui instrumen inilah lahirnya notasi “Selamat Pagi Indonesia” dan “Anak Adam” yang fenomenal itu. Juga terdapat kaos milik drummer Teddy Sujaya yang dikenakannya ketika sesi pemotretan untuk kover album tersebut.
Tidak tak menarik adalah piano akustik milik Yockie Suryo Prayogo. Melalui benda inilah almarhum melahirkan berbagai komposisi termashur yang kemudian menempatkan dirinya sebagai seorang arsitek musik pop Indonesia legendaris.
“Beberapa tuts-nya harus distel lagi, sudah banyak yang fals,” ungkap Tiwi Puspitasari, istri mantan kibordis God Bless tersebut, yang hadir ditemani puterinya, Anjani.
Benda milik peninggalan almarhum lainnya adalah seperangkat kostum berupa blazer dan celana kain berwarna hitam dipadu kaos putih dan sepatu kulit. Kostum inilah yang dikenakannya dalam panggung “To Commemorate God Bless” di Convention Hall Harirs Hotel pada 20 Agustus 2014. Itulah reuni pertamananya sejak mengundurkan diri pada 1998 sekaligus menjadi penampilan terakhirnya dengan God Bless.
Ian Antono membongkar sendiri mixer Harisson 4032C Console – 48 Tracks dari studio pribadinya untuk diangkut ke ruang pameran. Album 36th (2009) dan Cermin 7 (2016) diselesaikan melalui perangkat berdimensi besar yang terbilang canggih di zamannya ini.
Sejak terbentuk pada 5 Mei 1973 God Bless merupakan band rock yang dikenal sangat memperhatikan detail visual. Mereka merancang sendiri kostum bernuansa glam rock dibantu-bantu teman-teman serta informasi majalah musik terbitan luar negeri. Salah satu perancang kostumnya yakni Rinny Noor (alm), mantan isteri Donny Fattah.
Saat saya mewawancarainya untuk pembuatan buku Sepuluh Tokoh Showbiz Musik Indonesia (PT Gramedia, 1991), promotor kondang tersebut berbagi cerita bagaimana hasil rancangannya pernah dipergunakan oleh kelompok glam metal Autograph asal Los Angeles untuk keperluan video musik mereka. Untuk diketahui, Rinny Noor pernah tinggal lama di Amerika.
Kendati demikian, beberapa benda berharga tidak bisa ditampilkan karena sudah tidak diketahui keberadaannya. Salah satunya adalah sepatu leather knee high platform boots yang menjadi ciri khas penampilan panggung mereka di era ‘70an.
“Sepatu boot punya gua dulu dipinjam oleh Warkop Prambors waktu mereka mau manggung dan nggak pernah balik lagi hehe,” kenang Achmad Albar seraya bercerita bahwa yang datang menemuinya bukan Dono, Kasino, Indro atau Nanu Moeljono, melainkan promotor acara.
Wujud sepatu boot berwarna merah menyala itu sesungguhnya dapat menuntun siapa pun untuk meneropong perkembangan dunia panggung rock Indonesia ketika segala sesuatunya masih sangat sederhana. Ketika untuk dapat menyemburkan dry ice God Bless harus membawa baskom ke atas panggung, dan ketika asap sungguhan berkobar tanpa bisa dikendalikan sehingga membuat mata sakit, Albar harus menginjak-injak baskomnya untuk mematikan sumber asap.
Ian Antono punya kenangan lucu dengan sepatu buatan Cibaduyut, Bandung, itu. Dalam sebuah pertunjukan ia merasakan ada lubang di panggung tempatnya berdiri. Sambil tetap memainkan gitar ia lantas bergeser, namun tetap jalannya terpincang-pincang. Ketika menengok ke bawah barulah menyadari salah satu hak sepatunya ‘piknik’ entah kemana. Beruntung seorang temannya yang ikut dalam rombongan dengan sigap segera menghampirinya dengan paku dan palu di tangan, sehingga Ian pun bisa kembali beraksi.
“Sekarang nggak tahu di mana itu barang. Sudah lama nggak pernah lihat,” ceritanya menahan tawa.
Sub tema acara yang selalu dipenuhi pengunjung pameran adalah Temu Sapa Rumah Kita. Di sini Achamd Albar, Ian Antono, Donny Fattah, Abadi Soesman dan Fajar setiap hari Satritama bergantian menemui langsung para penggemar. Mereka bebas menanyakan apa saja seputar lagu, karir dan kehidupan God Bless. Dua musisi tamu yang menemani adalah Oetje F Tekol (bassis The Rollies) dan Roy Jeconiah.
Pameran Restrospektif God Bless 50 Tahun dimeriahkan oleh festival musik yang berlangsung sejak 24 Faberuari sampai 29 Februari, setiap pukul 16.00 hingga 21.00 WIB. Penting untuk diketahui bahwa selama festival berlangsung, area pameran akan ditutup. Mereka yang siap tampil antara lain St. Loco, /rif, Rumah Sakit, Ras Muhamad, Sir Dandy, The SIGIT, Tanah Air Project dan banyak lagi. Ada pun God Bless akan muncul pada hari penutupan, 1 Maret 2023.
“Pameran ini adalah kesempatan langka untuk merayakan warisan musik rock di Indonesia. Kami menampilkan perjalanan cerita 50 tahun God Bless dengan cara dan gaya yang berbeda dari pameran-pameran yang pernah ada sebelumnya,” jelas Exhibition Director Ezekiel Rangga.
Sir Dandy, kurator pameran, memastikan bahwa Pameran Retrospektif God Bless 50 Tahun merupakan pameran grup musik Indonesia pertama yang berlangsung di Galeri Nasional Indonesia. “Ini keren. Luar biasa.”
Jika Pameran Retrospektif God Bless 50 Tahun berhasil memberi sensasi pengalaman sangat berharga, mestinya Museum Cagar Budaya terus aktif memburu sejumlah artefak grup musik lain yang sudah berkontribusi besar dalam pertumbuhan sub kultur pop di Indonesia. (*)
Foto-foto: Denny MR. Foto image: Evan Antono.