Oleh Denny MR
KamarMusik.id. Perayaan Konser 50 Tahun God Bless di Istora Senayan, Jakarta, 10 November 2023, telah selesai dengan lancar. Namun tidak berarti Achmad Albar (vokal), Ian Antono (gitar), Arya Setyadi (bass – additional), Abadi Soesman (keyboard) dan Fajar Satritama (drum) dapat bernapas lega. Jumat, 17 November, God Bless harus sudah bersiap terbang ke Sumbawa untuk sebuah konser di sana.
Perhelatan yang melibatkan 50 musisi orkestra, belasan quire dan sejumlah bintang tamu, seperti menguji ketahanan personelnya yang rata-rata berusia lanjut – kecuali Fajar Satritama. Dengan rutinitas tampil di berbagai kota, praktis jadwal latihan pun menjadi ketat. Ini bukan persoalan mudah, terkhusus untuk bassist Donny Fattah yang yang semangat ngeband-nya tetap bergelora namun harus berkompromi dengan kesehatannya, serta drummer Fajar yang harus menjalani hari-harinya sebagai direktur di sebuah bank swasta.
Jangan lupa, selain bergabung sejak 2012, ia juga bermain di Edane. Maka, tidak jarang latihan rutin berlangsung pada malam hari usai menunaikan ‘tugas’nya sebagai orang kantoran. Meski begitu, jangan pernah membayangkan dia akan muncul dengan berkemeja batik atau tangan panjang dilipat. Fajar tetap pada penampilan khasnya yaitu berkaos metal. Kadang mengenakan kaos plesetan andalannya, ‘Meggy Z’ dengan font Megadeth.
Berinteraksi Dengan Kekinian
Selama lima dekade Achmad Albar dan kawan-kawan terbiasa tampil dengan mengedepankan feeling dan spontanitas. Daya reflek mereka sudah sangat terlatih dalam merespons antusiasme penonton dalam berbagai situasi.
Kini untuk konser di Istora Senayan semua insting alami tersebut harus diredam dikarenakan Tohpati yang menjadi produser sekaligus konduktor telah menyiapkan bagan aransemen yang harus diikuti semua pihak yang terlibat. Termasuk pelaksana produksi. Jika tidak, implikasi kekacauannya akan menyambar ke banyak elemen. Salah satu penyesuaian yang harus dijalani pihak God Bless adalah penggunaan in ear monitor.
Bagi kebanyakan band hal tersebut merupakan hal lumrah, namun bagi God Bless merupakan pengalaman baru. Selama latihan, tiap sebentar Abadi Soesman dan Ian Antono membetulkan alat yag menempel di telinga mereka. Kebiasaan Achmad Albar memejamkan mata untuk memberi penghayatan pada lirik balada yang tengah dinyanyikannya tidak selalu sejalan dengan tempo yang tersusun rapih dalam aransemen orkestra.
“Om-om itu memang harus bisa menahan diri dan menjaga tempo permainan yang sudah disepakati. Tapi mereka nanti akan lebih leluasa bergerak,” kata Tohpati yang mengharuskan penggunaan alat tersebut.
Sesungguhnya wacana penggunaan in ear monitor sudah cukup lama ditawarkan oleh pihak management. Akan tetapi dengan alasan kebiasaan, para personel lebih memilih perangkat manual, meski untuk itu ruang gerak mereka sedikit terbatasi. Toh, hasrat memuluskan pertunjukan penting serta kesadaran untuk berinteraksi dengan teknologi kekinian telah mendorong mereka keluar dari zona nyaman. Meskipun sampai menjelang detik-detik pertunjukan dimulai, kegugupan masih belum beranjak.
“Baru kali ini gue stress seperti ini,” bisik Albar kepada Fajar Satritama yang segera tertawa menenangkan. Sebelumnya, di ruang tunggu, Ian Antono memperlihatkan kegelisahan serupa. “Ini meleset sedikit saja bisa bubar semuanya,” celetuknya terkekeh.
Sebagai personel termuda, Fajar akhirnya menjadi penyeimbang di antara para seniornya. Dialah yang memberi aba-aba judul setiap lagu yang akan dibawakan. Itu sebabnya selama pertunjukan berlangsung personel lain jarang terlihat celingukan pada lembar songlist. Selain itu, pukulannya yang keras dan stabil menjadikan aksi God Bless tetap garang.
Bintang Tamu
Magnet Konser Emas 50 Tahun God Bless juga ditiupkan oleh para bintang tamu, yaitu Eet Sjahranie, Kotak, Kaka Slank, Anggun dan Nicky Astria. Untuk dua nama pertama sebenarnya bukan hal. Eet Sjahranie, yang memulai pemunculannya didahului oleh solo gitar, sudah kerap berkolaborasi. Demikian juga Kotak. Pada 2016 bahkan pernah bareng dalam Super Rawk Tour. Namun dengan ketiga yang terakhir baru kali inilah God Bless tampil utuh sebagai ‘band pengiring’.
Menghadapi ketiga solis situ kening Tohpati sempat berkerut dikarenakan ketiga lagu yang dipersiapkan untuk mereka temponya kurang lebih sama: “Zakia” (Kaka), “Mimpi” (Anggun) dan “Panggung Sandiwara” (Nicky Astria). Apalagi ketiganya tampil berurutan dan secara audio visual berpotensi membosankan.
Untuk “Mimpi” dan “Zakia” yang tak pernah muncul di panggung God Bless, Tohpati merasa tidak perlu merombak aransemennya kecuali menyisipkan elemen orkestrasi. Berbeda dengan “Panggung Sandiwara”. Hit yang berasal dari film Duo Kribo – aslinya berjudul “Dunia Panggung Sandiwara” tersebut sudah menjadi semacam lagu wajib baik di panggung God Bless mau pun Nicky Astria. Membawakannya sesuai versi asli tentu saja tidak akan memberi kontribusi apa-apa.
Maka, dia pun membuat aransemen alternatif dengan cara menaikan temponya menjadi irama rock n roll. Ketika suatu hari Ian Antono menemui Tohpati di rumahnya, segera diperdengarkannya aransemen itu, berharap mendapat persetujuan.
Setelah mendapat lampu hijau, Tohpati segera mengirimkan sampelnya melalui pesan whatsapp kepada Nicky Astria. Dia sendiri langsung menyusun partiturnya. Setelah itu tidak kelanjutannya, sampai sebuah pesan whatsapp mampir di selular saya.
Pesan dalam bahasa Sunda itu intinya meminta saya untuk membujuk Ian Antono agar meloloskan aransemen versi rock n roll tadi dengan alasan merasa bosan. Meloloskan? Bukankah pencipta lagunya sudah mengizinkan?
Dari informasi Tohpati barulah diketahui bahwa Achmad Albar mengajukan keberatan atas perubahan aransemen dari nuansa balad menjadi up beat. Namun setelah melalui diskusi panjang akhirnya semua sepakat bahwa versi barulah yang terpilih.
Seperti yang terjadi kemudian, sekitar 4000-an penonton Istora Senayan dibuat terkejut ketika Nicky Astria berjingkrak sambil meraungkan lengkingannya.
Ada pun ide pemilihan lagu “Zakia” datang dari manajer Rocky Antono. Lagu ini berasal dari album solo Achmad Albar yang, saat dirilis pada 1979, menyulut kontroversi berkepanjangan karena namanya tengah moncer sebagai rockstar. Hingga kini yang bersangkutan tidak pernah membawakan lagu tentang penari gurun pasir tersebut di atas panggung.
Saat dimintai pendapat, saya tidak berpikir lagi segera menyetujuinya. Sebab, Kaka tidak akan berhasil mencuri perhatian seandainya membawakan lagu berirama kencang seperti “Maret 1989” atau “Trauma”, misalnya. Setelah menyaksikan hasilnya, harus diakui ide Rocky Antono sangat cemerlang.
Ketiga lagu para bintang tamu itu bukan dipilih tanpa alasan. Semuanya merujuk pada indikator kemampuan para personel God Bless dalam mencetak rising star di blantika panggung dan rekaman musik rock Indonesia. Seperti diketahui, nama Anggun melejit antara lain berkat “Mimpi” ciptaan mantan drummer God Bless Teddy Sujara dengan lirik Pamungkas NM. Nicky Astria meledak berkat “Jarum Neraka” ciptaan Ian Antono. Jika harus ditambahkan, almarhum Jockie Suryo Prayogo pun tak bisa dinafikan jasanya dalam melambungkan nama Mel Shandy melalui album Bianglala (1989).
Tanpa bermaksud mengecilkan popularitas “Semut Hitam” dan “Rumah Kita” yang selama ini selalu diletakkan di penghujung konser, klimaks Konser Emas 50 Tahun God Bless terjadi saat tercipta kolaborasi Achmad Albar, Nicky Astria dan Anggun dalam lagu “Bis Kota”. Heboh dan panas. Surprais ini sebenarnya berada di luar skenario. Tercetus beberapa hari menjelang kedatangan Anggun ke Jakarta.
Puasa Merokok
Dari delapan belas lagu yang dibawakan, delapan di antaranya menampilkan bassist Donny Fattah – termasuk sesi akustik. Inilah jumlah terbanyak yang pernah dibawakannya selama masa pemulihan. Seperti biasa, selain memainkan dawai bass juga turut menghidupkan ruh karya-karya God Bless melalui vokal latarnya berduet dengan Ian Antono. Saya lantas teringat pada komentar almarhum Andy Julias, drummer Makara, beberapa tahun silam.
“Backing vocal Ian Antono dan Donny Fattah itu susah ditiru. Signature banget,” puji pria yang juga Presiden Indonesia Progresive Society (IPS) tersebut. Dan, memang, mendengar duet vokal mereka yang khas itu serasa mendengar lagu-lagu God Bless versi rekaman. Harmonis. Megah.
Terlepas dari semuanya, sosok Achmad Albar harus diakui menjadi suar yang memancarkan pesona ke seantero Istora Senayan. Vokalnya lantang menggelegar hingga persembahan lagu terakhir, “Rumah Kita”. Tidak sedikit musisi atau penonton yang melontarkan decak kagum. Komentar mereka umumnya bermuara pada sebuah tanya: bagaimana rocker berusia 77 tahun yang tidak pernah berolah raga itu menjaga stamina vokal?
Jika pertanyaan di atas diajukan kepadanya, yang selalu muncul dalam berbagai wawancara, tentu dia akan kebingungan menjawab. Tetapi mungkin informasi kecil di bawah ini bisa menjadi semacam ‘bocoran’.
Dalam sebuah perbincangan pagi di sebuah coffee shop, berbilang tahun yang silam, saya pun pernah menanyakan hal serupa. Ini jawabannya:
“Sehari sebelum latihan atau manggung biasanya gue nggak pernah merokok biar napas kuat waktu berteriak,” ungkapnya tentang kebiasaan yang sudah dijalankannya selama puluhan tahun itu. Batang rokok baru kembali disentuh setelah menyelesaikan ‘tugas’nya sebagai vokalis.
“Bila perlu sekali isap dua tiga batang sekaligus!” tambahnya sambil melepas tawa.
Tidak lama setelah merilis album Zakia sebenarnya Albar pernah berhasil menghentikan kebiasannya merokok. Namun kesehariannya yang selalu berada di tengah para perokok membuat pertahanannya rontok. Sejak itu ia kembali klepas-kelpus sampai hari ini.
Konser Rasa Reuni
Perjalanan panjang karir God Bless juga terbaca ketika penampilan selama hampir dua jam itu berlangsung di bawah tatapan anak, istri, menantu dan para kerabat lama. Usai pertunjukan, dengan mengesampingkan rasa letih, personel God Bless menyempatkan diri menerima ucapan selamat dari promotor terkenal Sofyan Ali, Peter Gontha, penggemar serta rombongan wartawan era media cetak yang yang dulu gencar menyokong eksistensi mereka.
Saya sendiri menyemput Keenan Nasution beserta istrinya, penyanyi Ida Royani, ke tengah kerumunan penonton, yang tertahan oleh hujan, untuk bertemu dengan mereka. Senang melihat Keenan bercengkrama dengan Teddy Sujaya, dua drummer yang pernah menjadi bagian dari perjalanan karir God Bless. Keduanya hadir atas undangan khusus.
Tentu tidak semuanya berkesempatan bertemu dengan para musisi yang baru menyelesaikan hajat. Untuk itu management God Bless meminta maaf kepada anggota God Bless Community Indonesia (GBCI) mau pun Nicky Family (NickFam) yang terluput dari perhatian. Baik yang dari Jakarta mau pun yang mengalir dari luar kota bahkan luar Jawa.
Sejuta hormat untuk kalian! (*)
Foto Image : Nareend.