KamarMusik.id. Belum lama PT Aquarius Musikindo merilis ulang album Terbaik Terbaik (1995) dari grup Dewa 19 dalam format piringan hitam. Tidak jelas betul pertimbangannya kenapa langsung melompat ke album ketiga – mesi tidak ada keharusan yang berlaku.
Ada dua kemungkinan: pertama pencapaian musikalitas dibanding produk sebelum atau setelahnya, kedua adalah asumsi bahwa album tersebut paling ditunggu Baladewa dan penggemar musik pop rock pada umumnya. Paling tidak, mereka yang mengalami masa remaja atau kasmaran pada era ’90-an pasti akan menengok.
Proses rekamannya berlangsung pada kurun Oktober 1994 hingga Mei 1995, ketika formasi mereka tinggal berempat: Ari Lasso (vokal), Andra Ramadhan (gitar), Ahmad Dhani (keyboard, vokal) dan Erwin Prasetyo (bass). Sejak pengunduran diri Wawan Juniarso (drum) menyusul peluncuran self title, personel Dewa 19 memutuskan untuk tidak mencari penggantinya.
Maka, Ronald Fristianto dan Rere kemudian berbagi peran di saat penggarapan album Format Masa Depan. Kedua drummer andal ini memiliki pola permainan berbeda. Konsep musiknya menjadi kurang solid, namun Dewa 19 telah berhasil mengirimkan signal sebagai pendatang baru yang berbahaya. Di sana berdesakan ide kreatif, termasuk lagu “Sembilan Hari & Liberty” yang bernuansa eksperimental.
Terbaik Terbaik merupakan proses pendewasaan dari album tersebut. Tema besarnya adalah harapan yang dipresentasikan melalui penggambaran beberapa kasus. Mulai “Cinta ‘Kan Membawamu Kembali” yang melankolis namun sangat menguji kemampuan olah vokal Ari Lasso hingga “Jangan Pernah Mencoba” yang terbilang sulit struktur narasinya. Sebagai penulis lirik, Ahmad Dhani nyaris terkesan menggurui.
Dua buah karya lain harus kita apresiasi adalah “Restoe Boemi” dan “Manusia Biasa” yang memperdengarkan hasil persilangan bagus antara kematangan lirik dengan musikalitas yang terjaga. Pemilihan sound gitar yang senafas dengan lirihnya permainan biola Handry Lamiri, menjadikan judul lagu pertama itu harus ditempatkan sabagai salah satu masterpiece mereka.
Laiknya sebuah hidangan, Terbaik Terbaik tetap menggunakan cara klasik dalam memancing selera awam dengan menawarkan “Cukup Siti Nurbaya” sebagai menu penyecap. Persoalan yang diketengahkan sebenarnya biasa saja. Konflik esmosional khas remaja. Namun Dewa 19 punya cara tersendiri untuk tetap tampil beda. Unsur ‘biasa saja’ itu mereka kamuflase sedemikian rupa dengan balutan aransemen pop rock nan apik. Kombinasi riff gitar Andra Ramadhan dengan gebukan Rere sepertinya cukup berhasil memengaruhi telinga bahwa lagu dengan beat mengentak itu sebenarnya berbicara persoalan cengeng.
Jika kita tarik benang merah dari hulu ke hilir, Terbaik Terbaik paling berhasil mempertemukan elemen komersil dan kualitas pada level yang sejajar. Ini suguhan nikmat yang diracik berdasarkan ramuan bibit unggul. Di luar talenta alami para personel, masih ada Hendry Lamiry (biola) dan vokalis tamu seperti Lilo KLa (“Cukup Siti Nurbaya”), Reza Artamevia (“Satu Hati”). Mitha Sardi (“Terbaik Terbaik” dan “Manusia Biasa”), Keke dan Pay (“Jangan Pernah Mencoba”) serta Maya Estianty (“Hanya Satu” dan “Jalan Kita Masih Panjang”) yang sudah duluan nyebur dalam album Format Masa Depan.
Sayang, pada upaya perilisan ulang ini ada perubahan orisinalitas desain cover, dimana coretan ekspresif hasil perancang grafis Dimas Djayadiningrat seperti yang terlihat pada format kaset dan cakram padat, kini digantikan oleh penampakan yang lebih rapih dan nyaman termasuk pemilihan font baru. Nampaknya Aquarius Musikindo pun menemui kendala serupa dengan label lain dalam hal pengargsipan. Idealnya, upaya pemunculan kembali karya bersejarah tidak diikuti dengan penghilangan data visual. (*)