Konser Dewa yang melibatkan enam drummer usai sudah. Suka atau tidak peristiwa langka itu akhirnya mengingatkan cerita kebersamaan saya yang cukup panjang dengan band itu di dunia panggung dan rekaman. Suka mau pun duka. Setelah terkubur di dasar ingatan sekitar 32 tahun, mungkin tidak ada salahnya jika berbagi pengalaman luar biasa itu untuk penggemar musik – khususnya Baladewa-Baladewi. Buanglah yang buruk, ambil positifnya.
Pada suatu sore di Gins Studio di sekitar tahun 1991, saat sedang melakukan sesi rekaman ketika tiba tiba terdengar panggilan telepon dari Ronald Fristianto. Saya segera bergegas keluar ruang drum menuju box telepon – saat itu masih belum punya handphone.
“Re, gue minta tolong dong , lu take drum ya buat album kedua Dewa 19,“ terdengar suara drummer itu dari seberag sana.
Rupanya Ronald sudah mengerjakan setengah materi album Dewa 19, Format Masa Depan, dan meminta saya untuk melanjutkan sisanya. Alasannya, ingin lebih fokus dengan GIGI.
Ketika itu sudah jamak seorang session player atau pengusaha label tiba-tiba muncul di sebuah studio rekaman. Bisanya untuk ‘mencuri dengar’ materi dari solis atau band siapa saja yang sedang dalam proses rekaman. Kadang untuk mengerjakan job sampingan atau sekadar nongkrong. Saya sering berada di studio yang terletak di jalan Petojo, Jakarta Pusat, itu selain sedang menggarap materi album ketiga Grassrock, juga karena diminta mengisi drum untuk proyek milik Billy J Budiarjo ,Yockie Suryoprayogo, Dian PP, Iwan Fals atau, Sawung Jabo.
Trend musik saat itu sedang didominasi oleh lagu-lagu pop rock ala Malaysia seperti “Isabela”, Nicky Astria, Nike Ardila, Deddy Dores dan sebagainya. Materi lagu-lagu Dewa 19 terdengar berbeda, baik dari segi musikal, aransemen, lirik lagu, harmoni maupun komposisi. Biar
Biar nyambung, saya akan cerita sedikit kilas balik hubungan antara band saya, Grassrock, dengan Dewa 19.
Personel band itu rata-rata berasal dari SMPN 6 Surabaya, sama dengan saya hanya berbeda tahun kelulusan. Grassrock menjadi Juara I Festival Musik Rock Indonesia 1986, dimana saya mendapat predikat The Best Drummer. Meski begitu Grassrock sebenarnya tidak begitu populer di lingkungan Surabaya yang umumnya didominasi oleh band beraliran speed metal. Grassrock saat itu lebih akrab dengan genre progresif rock seperti Yes atau Toto. Hal itu semata-mata dikarenakan pengaruh pergaulan.
Almarhum Mas Yudhy, bassis Grassrock, punya studio latihan di jalan Tumapel, Surabaya. Di sanalah saya melewatkan hari-hari. Yang sering datang menyewa tempat itu antara lain Dewa Budjana dan Mas Embong Raharjo. Kami saling bertukar informasi seputar musik jazz dan progresif rock, sangat jarang mengangkat isu perkembangan speed metal. Oleh karena itu ketika Grassrock terbentuk, kami sering memainkan lagu-lagu Yes atau Toto seperti halnya Dewa 19. Termasuk waktu sepanggung dengan Krakatau.
Jadi, ketika diminta membantu rekaman Dewa 19 saya tidak terlalu membutuhkan adaptasi karena kami memiliki kesamaan dalam akar musik.
Singkat cerita, saya ngobrol panjang lebar dengan Ari Lasso, Andra Ramadhan dan Erwin Prasetyo. Dari mereka banyak diperoleh cerita tentang latar belakang musik yang diinginkan, idealismenya bagaimana dan seterusnya. Saya lalu dipertemukan dengan Ahmad Dhani. Cukup banyak dan luas referensi musiknya. Yang masih segar dalam ingatan adalah ketika dia bercerita tentang drummer Queen.
“Aku mau yang kayak gini, Re,“ katanya sambil memperdengarkan gaya permainan Roger Taylor. Tidak lama kemudian baru dia putar lagu yang akan diisi drum, judulnya “Aku Milikmu”. Setelah itu “Mahameru”.
Di lagu ini Ari Lasso banyak memberi masukan, sangat ekspresif, dia menerangkan makna lagunya agar dapat hasil yang maksimal. Dengan sangat detail dia menjelaskan bagian per bagian. Setiap take drum Ari Lasso dan personil Dewa lainnya selalu hadir mendampingi. Saya banyak memainkan patern dan fill in yang jarang dimainkan dalam tradisi industri rekaman kala itu. Permainan saya dalam “Mahameru” kemudian menjadi salah satu part drum terbaik yang ada di album Format Masa Depan.
Untuk lagu ketiga, “Deasy”, Dhani menginginkan patern sederhana tapi tidak biasa, yaitu bagian refrain tiap dua bar diketukan keempat ada open hi hat up beat. Walau sedikit tapi sangat terasa perbedaannya. Keren memang jadinya lagu itu.
Yang paling seru adalah waktu pengerjaan lagu “Sembilan Hari & Liberty”. Dua lagu ini dibuat seperti medley atau disambung oleh isian suara efek cymbal dan teriakan orang sambil menutup pintu diakhir lagu. Rekamannya dilakukan menjelang dini hari. Suasana studio terasa agak liar, nyaman dan sungguh terasa atmosfer kreatifnya anak band. Setelah rekaman Format Masa Depan selesai, Dewa 19 harus tampil di beberapa kota. Karena belum memiliki drummer tetap, akhirnya saya diperbantukan.
Banyak peristiwa kami lalui bersama selama tur berlangsung. Termasuk ketika terjerumus ke dunia drugs. Saya, Ari Lasso dan Erwin memiliki ketergantungan yang akut.
Terus terang ketika itu kami hanya ingin bereksperimen dalam proses berkarya, sama sekali tidak menyangka kalau pada akhirnya kami sama-sama terjebak dan sulit sekali menghentikannya. Pernah saat hendak pergi Medan untuk sebuah pertunjukan, saya dan Erwin sengaja berangkat terpisah karena harus mampir ke Kampung Melayu dulu untuk ‘menjemput barang’. Tunggu punya tunggu, putau yang kami beli tidak sesuai pesanan. Hanya sedikit.
Sesampainya di Bandara, semua rombongan sudah berada di dalam pesawat. Dhani dan Andra ngamuk, hehe! Mereka berdua memang tidak pernah mau mencoba. Mereka-lah yang mengurus segala urusan dengan label dan promotor. Alhasil, selama di Medan kami berada dalam keadaan sakau.
Pada masa itu saya sudah berupaya melepaskan diri dari jerat putau. Setiap bepergian di dalam tas selalu tersedia Talwin, penahan rasa nyeri berdasarkan resep dokter. Tablet itu pula yang saya konsumsi dalam perjalanan pulang dari Medan. Entah apa hubungannya, aroma sedap dari makanan yang dibagikan oleh pramugari justru membuat perut mual. Tanpa bisa dicegah, saya langsung muntah-muntah. Seisi pesawat pun gaduh seketika. Ampun!
Saya berhasil melepaskan diri dari ketergantungan pada narkoba setelah bertemu dengan Sawung Jabo. Saat itu Mas Jabo sedang mengerjakan album Nicky Astria berjudul Matahari Dan Rembulan, dimana saya diminta mengisi drum seluruh lagu. Oleh Mas Jabo kemudian saya dibawa ke Bengkel Teater milik WS Rendra di daerah Depok. Di sanalah dengan bersusah-payah saya menjalani terapi hingga sembuh total.
Selesai tur Dewa 19 dijadwalkan masuk studio rekaman lagi untuk menggarap album ketiga yang nantinya diberi judul “Terbaik-Terbaik”. Saya kembali diminta terlibat. Dhani lebih sering memberi arahan tapi pada sat pengisian drum saya justru ‘dilepas’ begitu saja, seolah-olah Dewa 19 sudah menjadi band saya.
Lagu pertama yang masuk drum adalah “Cukup Siti Nurbaya”. Kali ini proses rekamannya lebih serius, semua mengerahkan totalitas. Demikian juga untuk pengerjaan “Satu Hati”. Semua personel (termasuk Dhani) tampak begitu intens karena banyak aksen di tiap bagian. Lagu itu bertema cinta dengan tempo slow tapi komposisinya sangat dinamis, teristimewa pada penggunaan brush stik, sesuatu yang jarang dilakukan pada rekaman group band Indonesia kala itu. Hal-Hal seperti itulah yang menjadi pencapaian besar di kemudian hari.
Alat yang sama juga digunakan pada lagu “Hitam Putih”. Lagu Andra dan Dhani ini liriknya bagus, cerita perjalanan anak manusia melewati berbagai rintangan hidup. Sangat Inspiratif. Sementara “Manusia Bisa” dan “Aspirasi Putih” memperlihatkan adanya pengaruh rock alternative seperti Soundgarden dan Pearl Jam. Ada semangat pemberontakan di situ. Belakangan, “Aspirasi Putih” tidak termasuk di album Terbaik Terbaik, tetapi masuk album Pendawa Lima dan Wong Aksan mengulang take drum-nya.
Ada surprais kecil ketika mengisi drum untuk “Jangan Pernah Mencoba” dan “Jalan Masih Panjang”. Saat itu saya sedang sendirian di Studio Triple M. Tiba tiba saja ingin mengisi drum. Operator coba memutar stuedern (nama alat rekam analog sebelum era digital). Lalu saya bermain pelan-pelan sesuai dengan arahan Dhani tentang patern pada bagian bait lagu. Berbeda dengan waktu rekaman di Gins Studio, kali ini Dhani lebih rajin hadir.
Pada saat itulah mendadak Ari Lasso dan Billy J Budiarjo muncul di control room. “Wah asik nih , sini gue yang take in “ Teriak Mas Billy. Hasilnya sungguh keren dan tak akan bisa terulang.
Proses rekaman “Hanya Satu” dan “Restoe Bumi” juga meninggalkan kesan mendalam. Kami menggarapnya mulai dari ide dasar, take metronome dan guide dulu. Lagu pertama yang ditulis oleh Andra bergaya minimalis. Saya menggunakan teknik overdub, merekam snare dengan roll stik brush dulu sebelum kemudian dilengkapi dengan fill in pada tom lalu perkusi seperti triangle shaker. Sedangkan lagu kedua, ditulis Erwin Prasetya, aslinya sudah enak. Saya tinggal mengisinya dengan sesuatu yang berbeda saja. Mulai dari patern bait dan aksen pada setiap ketukan ketiga dan keempat. Begitu juga juga pada bagian interlud, string dikombinasi dengan dinamika pada fill in drumnya .
Pada suatu malam Dhani datang ke Gin Studio dan memainkan piano. Nadanya indah dan menyentuh. Refreinnya kuat dengan notasi sangat khas. Dhani bermaksud memasukkan lagu itu ke dalam album setelah pihak Aquarius mengaku belum mendapat lagu yang kuat untuk ‘jualan’ (bahasa orang label tuh, hehe!). Dhani kemudian memutuskan akan merekamnya hanya piano dan vokal saja untuk mengimbangi lagu lain yang sudah ada. Menurut saya langkahnya sudah tepat. Lagu itu berjudul “Cinta ‘Kan Membawamu Kembali”.
Lagu “Cukup Siti Nurbaya” mengalami proses mixing ulang sampai empat kali. Saya sempat mengusulkan kepada Pak Iman Sastrosatomo dari Aquarius Musikindo untuk mencoba sound snare yang berbeda. Disetujui. Hasilnya seperti yang sudah kita dengarkan bersama.
Begitulah. Album Terbaik Terbaik akhirnya berhasil meraih penghargaan BASF award untuk kategori Grup Musik terbaik , Grup Rekaman Terbaik serta Tata Musik Rekaman Terbaik.
Jujur saja suatu kebanggan bagi saya bisa menjadi bagian dari sejarah perjalanan Dewa 19. Terima kasih buat Ahmad Dhani, Ari Lasso, Andra Ramadhan dan Erwin Prasetya. Terima kasih khusus buat Ronald Fristianto yang telah membukakan ‘pintu masuk’. Juga kepada Denny MR yang telah mengingatkan saya agar menuliskan pengalaman berharga ini untuk dapat dikonsumsi masyarakat luas.
Maju terus, Dewa! (*)
Foto image : Facebook Rere.