Kamarmusik.id – Dunia tersentak atas berita meninggalnya Vivienne Westwood (81), Kamis (29/12/2022). Ia meninggal di Clapham, London Selatan, dengan tenang dikelilingi orang tercintanya, termasuk Andreas Kronthaler, suami yang juga rekan kerjanya. Ucapan bela sungkawa mengalir dari kalangan pemerintahan hingga kaum selebritas. Di antaranya dari Victoria Beckham.
“Saya sangat sedih saat mengetahui Dame Vivienne Westwood meninggal dunia. Doaku untuk keluarganya yang sedang sangat berduka,” tulis mantan Spice Girls itu.
Sosok Vivienne Westwood terlalu penting untuk dilewatkan. Dia seorang desainer legendaris, aktivis lingkungan dan ikon skena punk. Baginya punk merupakan senjata untuk menyemburkan kemarahan pada dunia, pada kekerasan dan pada generasi tua yang dianggapnya hanya berpangku tangan melihat semua itu. Mantan guru sekolah dasar ini seumur hidupnya berjiwa pemberontak.
Pemberontak Seumur Hidup
Lahir di pedesaan Tintwistle, Derbyshire, pada 8 April 1941, pemilik nama asli Vivienne Isabel Swire ini sudah memiliki ketertarikan pada dunia fashion sejak usia sangat muda. Oleh karena itu saat keluarganya pindah ke Harrow, London, 1958, dia mendaftar pada kursus perhiasan dan kerajinan perak di Sekolah Seni Harrow – sekarang dikenal sebagai Universitas Westminster.
Namun hanya bertahan satu semester, Vivienne kemudian memutuskan belajar sendiri tanpa pelatihan mode formal. Dia membongkar pakaian tua yang dibelinya di sebuah pasar untuk dapat mempelajari potongan mau pun konstruksinya. Lalu mulai menjual perhiasan bikinannya di sebuah kios di Portobello.
Tahun 1962 dia menikah dengan suami pertamanya, Derek Westwood, yang tidak bertahan lama. Nama Vivianne mulai mengusik setelah pertemuannya dengan Malcolm McLaren, seorang musisi dan desainer. Pada 1971 pasangan eksentrik ini membuka usaha butik yang diberi nama nama Let it Rock di 430 Kings Road, Chelsea.
Butik yang menjual karya-karya yang menantang arus pada esensi busana, musik, dan memoribilia era tahun ’50-an itu secara perlahan menjadi tempat nongkrong musisi dan anak punk. Dari komunitas itu pula terbentuk Sex Pistols yang kemudian dimanajeri oleh McLaren. Belakangan Mc Laren juga memanajeri New York Dolls.
Ketika single kedua Sex Pistols, “God Save The Queen” ditolak label karena liriknya dianggap berbahaya, Vivienne menciptakan kaos yang memperlihatkan wajah Ratu Elizabeth dengan bibir tertusuk peniti plus tulisan : She ain’t no human being.
Desain menohok ini terkenal ke seluruh dunia setelah dikenakan oleh personel Sex Pistols. Vivieanne mengecat rambutnya dengan warna oranye menyala yang kelak menjadi ciri khasnya. Pendekatannya pada mode gaya jalanan menggemparkan dunia. Dia merupakan ikon penting dalam epicentrum gerakan punk di London pada tahun 70an. Tanpa Vivienne Westwood tidak akan pernah ada punk.
“Tidak ada punk sebelum saya dan Malcolm. Yang harus dipahami bahwa punk itu ledakan total,” tulis Vivienne yang mengganti nama Let It Rock menjadi Sex.
“Dia memperkenalkan postmodernisme. Itu sangat berpengaruh sejak pertengahan 70-an. Gerakan punk yang didengungkannya tidak pernah hilang dan menjadi bagian dari kosa kata mode kami,” komentar Andrew Bolton, kurator dari The Costume Institute di Metropolitan Museum of New York.
Kedahsyatan imajinasi Vivienne adalah mampu mengawinkan etos punk anti kemapanan dengan sentuhan gaya flamboyan mode kelas atas, sehingga hasil rancangannya memiliki daya jangkau luas.
Butik Sex secara masif menjadi pusat penyebaran semangat pemberontakan Vivienne Westwood terhadap peta politik dan pemerintahan melalui desain pakaian yang menabrak kelaziman. Gaya bondage wear berbahan kulit, fetish, kemeja robek, peniti dan slogan-slogan provokatif lainnya. Salah satu desain kontroversialnya adalah swastika, gambar terbalik Yesus Kristus di kayu salib dan kata “Hancurkan”.
Lebih dari sekali dia berurusan dengan masalah hukum. Kepada majalah Time yang mewawancarainya pada 2009, Vivienne mengaku tak pernah menyesalinya semua tindakannya. Semua dia lakukan dalam rangka menentang kaum politisi.
Setelah berpisah dengan Malcolm McLaren menyusul bubarnya Sex Pistols, pergerakan punk terasa semakin mengarah ke mainstream. Ini membuat Vivienne jenuh. Pada tahun 1980, konsep butiknya mengalami rebranding dan mengubah namanya menjadi Seditionaries sebelum berubah lagi menjadi Worlds End – sampai sekarang. Tercatat butiknya mengalami lima kali pergantian nama.
Lepas dari McLaren, Vivienne menikah dengan mantan muridnya yang lebih muda 25 tahun, Andreas Kronthaler, dan bersama-sama mengelola kerajaan bisnisnya sampai embusan nafas terakhir.
Sebagai desainer Vivienne Westwood selalu penuh kejutan. Salah satunya ketika mengeksploitasi material tartan. Pada masa 1970-an, material itu hanya lazim digunakan pria Skotlandia untuk acara khusus. Oleh Vivienne, kesan eksklusif tersebut dirombak menjadi bahan celana dan coat yang bisa digunakan laki-laki atau perempuan dari segala daerah. Ciri khas rencangannya anti rapi dan terstruktur. Ia gemar mendesain busana berpotongan longgar dengan pola busana asimetris.
Dalam mengeksploitasi imajinasi, Vivienne kerap mengorbankan kepraktisan. Pada saat berlangsung acara “Anglomania”, 1993, dia mengirim Naomi Campbell dengan mengenakan sepatu hak tinggi yang sangat berbahaya. Akibatnya, super model yang juga penyanyi dan penulis itu terjatuh.
“Satu-satunya alasan saya terjun ke dunia mode adalah untuk menghancurkan konformitas. Tidak ada yang lebih menarik kecuali ada elemen itu,” katanya lantang.
Konsep pemikirannya memang sulit diprediksi. Namun setuju atau tidak, Vivianne Westwood adalah salah satu desainer dengan rancangan paling orisinal di dunia mode.
Bertahun-tahun setelah menyerang Ratu Elizabeth ll melalui desain kaos tadi, pada 1992 Vivianne Westwood diundang pihak Istana Buckingham untuk menerima Order of the British Empire (OBE). Vivianne pun datang memenuhi undangan dan, lagi-lagi, membuat heboh. Dia berputar-putar di depan kerumunan kamera untuk menegaskan bahwa dirinya hadir tidak memakai celana dalam.
Desain hasil rancangan Vivienne Westwood sudah menjadi bagian dari gaya hidup para selebritas dunia, Termasuk Harry Styles, Dua Lipa, Kim Kardashian, Lady Gaga hingga Zendaya.
Jangan lupa, Pharell Williams berhasil mencuri perhatian pada puncak Grammy Awards 2014 berkat topi jangkung rancangan Vivianne. Begitu terkenalnya sehingga dikenal istilah Pharell Hat’s. Gaun pengantin strapless tebal yang dikenakan oleh Jessica Parker dalam film Sex In The City, juga selalu diingat orang.
Namun setelah beberapa dekade melahirkan beragam desain, dia mulai bosan dan lebih lebih memfokuskan perhatiannya pada masalah lingkungan dan proyek pendidikan.
“Fashion bisa sangat membosankan,” katanya setelah meluncurkan salah satu koleksi barunya pada 2010, seperti dikutip The Associated Press “Aku mencoba mencari hal lain untuk dilakukan.”
Sejak itu Vivianne tidak lagi memperluas jaringan usaha ritelnya, dan lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Jika di masa lalu memprovokasi dunia dengan radikalismenya untuk mengobarkan semangat perlawanan, kini pengaruhnya lebih digunakan untuk penyelamatan iklim.
Dalam upayanya tersebut, Vivianne mulai dengan menjadi seorang vegetarian. Program Positive Fashion merupakan upaya lainnya yang berkonsep bahwa dunia fashion dan pelestarian lingkungan harus menjadi satu kesatuan. Dia mengajak sejumlah brand fashion agar berkomitmen untuk menukar bahan baku yang selama ini mereka gunakan menjadi bahan baku yang ramah lingkungan.
Kampanye amal Greenpeace Save Artic pun tidak luput dari dukungannya. Kali ini dia bergabung dengan para pesohor seperti George Clooney, Chris Martin (Coldplay), Paloma Faith, Hugh Grant, Naomi Campbell, Kylie Minogue, Pamela Anderson, Jerry Hall, Rita Ora dan banyak lagi. Vivianne sangat murka mengetahui rencana pemerintah Inggris menjual sebagian potensi hutannya. Maka, dia pun mengkampanyekan Save England’s Forest.
Dalam catatan The Guardian, kepedulian Vivienne terhadap isu perubahan iklim sudah terlihat sejak 2014. Untuk itu dia tidak lagi mengekspansi bisnisnya demi menghindari dampak buruk produksi busana terhadap lingkungan hidup. Dia pun tidak segan mencukur rambut oranye kebanggaannya;
“Aku percaya bila setiap orang hanya menggunakan sedikit barang, masalah perubahan iklim tidak akan terjadi,” katanya. Dalam berbagai kesempatan kampanye Vivienne tidak pernah lelah memotivasi publik agar melindungi hutan dari kerusakan.
Pada musim semi 2015, ketika muncul wacana pemisahan Skotlandia dari Inggris, Vivienne menyematkan bros bekerjasama dengan Liberty, komunitas perjuangan hak asasi manusia, lewat desain kaus. Para model dimintanya untuk mengenakan kaus bertuliskan Climate guna menyadarkan publik tentang bahaya dampak perubahan iklim.
“Kita harus menyelamatkan masa depan,” katanya dalam tanyangan sebuah video, sebelum memprotes fracking dengan berpakaian seperti malaikat yang memegangi tablet batu.
Terlalu banyak warisan yang ditinggalkannya. Vivianne Westwood harus dikenang sosok pendobrak, enviromentalis yang dihormati dan tentu saja desainer yang beulangkali menerima penghargaan. (*)