Kamarmusik.id. Selama ini kompleks Lokananta yang berlokasi di jalan A. Yani No.379 A, Kota Surakarta, lebih mengesankan seonggok bangunan lengang dengan warna cat memudar. Sama sekali tidak memperlihatkan auranya sebagai situs budaya yang menyimpan aset maha penting. Studio Lokananta adalah titik nol musik Indonesia.
Perusahaan rekaman pertama RI dan produsen piringan hitam terbesar di Asia ini dibangun 29 Oktober 1956. Presiden Sukarno bermaksud menjadikan musik sebagai pemersatu bangsa. Karena itu berbagai arsip rekaman penting tersimpan di sana. Pada 1998 Lokananta mati suri. Berbagai upaya ditempuh untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tercatat Glenn Fredly pernah memelopori konser.
Namun sejauh itu Lokananta hanya hidup dalam ingatan sebagai situs budaya. Ini terlihat dari beberapa musisi Jakarta dan kota lain yang melakukan rekaman di sana harus membawa peralatan sendiri dikarenakan sarana studio yang tidak mampu merespons kebutuhan era digital. Slank, misalnya, menyelesaikan album Slanking Forever di Lokananta lebih karena pertimbangan nilai sejarah.
Lalu mendadak semuanya berubah.
Pada 3 & 4 Juni 2023 berlangsung Festival Lokananta yang sekaligus menandai peresmian ‘episode baru’ Studio Lokananta. Sejumlah musisi muda dan tua muncul bergantian. Di Panggung Festival terlihat David Bayou, D’Masiv, Down For Life, Jungkat-Jungkit, Keroncong Bintang Surakarta, Pamungkas, Parade Hujan, White Shoes & The Couple Company, The Changcutters, Project Pop, Reality Club, Soegi Bornean, Sore, Teori serta The Adams.
Di Panggung Studio (VIP terbatas) ada Andien, Fariz RM Anthology, Frau KLa Project dan Fajar Merah. Khusus penampilan di ruang terbatas ini pihak Lokananta merekamnya secara live.
Belakangan ini Lokananta nampak terus bersolek. Menteri BUMN Erick Tohir telah melalui PT Danareksa (Persero) bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Solo sepakat untuk merevitalisasi Lokananta dengan menggelontorkan dana 50 miliar. PT Danareksa melalui anak perusahaannya, PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PAA), segera bergerak.
PT PPA kemudian menggandeng PT Radar Ruang Riang sebagai, entitas yang menjadi induk MBloc, sebagai operator LokanantaBloc. Oleh karena itu konsep pengembangannya pun mengadopsi yang sudah ada. PT Radar Ruang Riang lantas menerjunkan Wendo Putranto, Direktur Program Mbloc, sebagai CEO LokanantaBloc.
“Nantinya LokanantaBloc bukan lagi hanya bicara studio rekaman, tapi bakal menerapkan pola placemaking yang seperti kami lakukan di MBloc,” kata mantan wartawan Majalah Rolling Stone Indonesia itu.
Secara keseluruhan, karakteristik kegiatan Lokanantabloc memang mengadopsi produk PT Radar Ruang Riang lain seperti M Bloc, Pos Bloc Jakarta, Pos Bloc Medan dan JNM Bloc Jogjakarta, yaitu sebagai Commercial Hub.
Kini di atas lahan 2500 meter persegi itu dibangun berbagai ruang baru untuk mendukung lima pilar bisnis yang menjadi fokus Lokananta ‘episode baru’, yaitu museum/galeri studio rekaman, amphitheater, area kuliner, dan galeri UMKM. Namun pemugaran yang dimulai sejak November 2022 serta dijadwalkan rampung pada Juni 2023 tersebut sedikit meleset dari tenggat waktu. Ketika diresmikan Erick Tohir pada 3 & 4 Juni, fisik amphitheater, Live House (dulunya lapangan futsal) dan sejumlah tenant belum selesai pembangunannya.
“Konsumen sih sudah banyak yang antre, tapi terpaksa gue tahan dulu sampai setelah tanggal 7 Juli,” terang Wendi seraya mengaku tengah menyaiapkan pergelaran wayang kulit Dharma Putra, sebuah perkumpulan dalang muda untuk wilayah Surakarta.
Studio Lokananta memiliki mixer Trident S80B dengan LED meter yang diyakini hanya terdapat empat buah di dunia. Mixer dengan seri yang sama kini terdapat di Abbey Road Studio dan BBC London. Adalah Dharsono, Direktur Lokananta pertama, yang menginstruksikan kepada sound engineer Askar Hendarsin, untuk memesan desain khusus tersebut. Pertimbangannya, LED meter memudahkan mata dalam bekerja ketimbang Trident S80B dengan VU meter.
Pemilihan merk produk tersebut juga menunjukkan kecermatan Dharsono. Menurut Askar Hendarsin, yang kini bermukim di Amerika, Dharsono telah memperhitungkan bahwa kelak Studio Lokananta akan memproduksi gamelan, keroncong serta musik tradisional lain. Untuk itulah Trident dipilih karena memiliki keunggulan dalam mengakomodir karakter folk. Berbeda dengan merk produk lain yang umumnya memiliki karakteristik pop. Untuk diketahui, Dharsono adalah sound engineer pertama Lokananta. Sayang, mixer langka yang dibeli awal ’80-an tersebut dalam perjalanan waktu mengalami kerusakan pada master fader-nya.
Pada 2005 Nugraha Andi Kusuma memulai tugasnya sebagai sound engineer Lokananta. Ia terkejut mendapatkan benda langka itu teronggok di gudang. Kondisinya telah berdebu. Dengan seizin atasannya, Andi mengotak-atiknya selama tiga bulan hingga akhirnya berfungsi kembali. Album rekaman grup Shaggydog dan White Shoes & The Couple Company termasuk yang menggunakan mixer pasca ‘penyembuhan’.
Tahun 2014 Andi dipindahkan ke bagian Security Printing. Entah kenapa, mixer itu kembali rusak. Padahal ketika teknologi digital menggila dan membuat rekaman kini bisa dilakukan cukup di kamar, Trident S80B dengan LED meter merupakan kelebihan nilai jual Lokananta.
Sadar bahwa mixer tersebut memiliki nilai historis yang tidak dimiliki studio rekaman mana pun di Indonesia, pihak Lokananta berencana akan menghidupkan kembali Trident S80B meski kelak hanya sebatas 16 track. Selain itu nantinya lebih berfungsi sebagai modul. Untuk saat ini, Studio Lokananta menggunakan Soundcraft VI 2000. Perangkat baru inilah yang digunakan untuk merekam secara live penampilan para musisi di Panggung Studio tadi.
“Nantinya kami siap melayani rekaman dalam format analog mau pun digital,” kata Andi yang kini menduduki jabatan sebagai Asisten Marketing.
Selain mixer Trident S80B, di Studio Lokananta terdapat speaker JBL Paragon D4400 keluaran tahun 1956 yang didesain langsung oleh pemilik JBL, James Bullough Lansing. Sampai 1980 hanya diproduksi 1000 buah dan kini tersebar di seluruh dunia. “Sampai sekarang speaker itu masih berfungsi dengan baik,” jelas Wendi Putranto.
Dengan konsep baru yang mengusung lima pilar bisnis, LokanantaBloc menawarkan solusi baru bagi persoalan-persoalan kreatif, khususnya di seputaran Jawa Tengah. Angin segar ini bukan hanya untuk seniman pop dan tradisional, melainkan juga untuk para pelaku UMKM.
Saya teringat pada pernyataan Bimo Prasetyo di dalam buku Lokananta yang disusun oleh tiga penulis muda yaitu Fakhri Zakaria, Dzulfikri Putra Malawi dan Syaura Qotrunada. Tenaga lepas di di bagian penataan arsip-arsip rekaman itu menyatakan optimismenya.
“Lokananta akan tetap bertahan dan gak mungkin mati,” tegas mahasiswa jebolan UNS tersebut (halaman 25).
Ternyata dia benar.
Foto image: Denny MR