Efek Rumak Kaca ‘meresmikan’ album Rimpang melalui pertunjukan tunggal di GBK Tennis Indoor Senayan, Kamis 27 Juli 2023. Penyelenggaraan konser ini cukup bernyali.
Pertama, berlangsung di tengah kepungan format pertunjukan yang serba festival dimana hanya dengan selembar tiket penonton sudah bisa menang banyak. Kedua, pemilihan waktu pertunjukan pada hari kerja cukup berisiko. Sebab, Jakarta menjelang sore hari kemacetannya sungguh menyebalkan. Siapa pun yang hadir di venue mestinya adalah penggemar terseleksi.
Maka, sekitar 3000-an Penerka (penggemar EK) pun tumpah ruah di sana. Mereka menyanyi. Mengacungkan tinju dan bersuka-ria selama hampir tiga jam pertunjukan yang penuh magnet.
Konser Rimpang dipersiapkan dengan penuh kesungguhan. Instalasi string yang dirancang oleh Rubi Roesli, keponakan dari almarhum Harry Roesli, cukup efektif untuk memvisualkan pesan-pesan setiap lagu.
Di sana ada begitu banyak kolaborator terlibat. Morgue Vanguard a.k.a. Ucok Homicide, misalnya, yang muncul dalam “Bersemi Sekebun”, salah satu nomor kuat dari album Rimpang. Kemudian penari Arif Surahman yang memberi sentuhan teatrikal dalam “Sondang”. Kolaborasi dramatis terjadi pada lagu “Jingga” dimana ERK menghadirkan Adrian Yunan, Arif Surahman dan Nya Ina Raseuki atau yang lebih dikenal dengan nama panggungnya: Ubiet. Suguhan yang menyengat.
ERK membagi perhelatannya menjadi dua sesi. Sesi pertama, Rimpang, tentu saja untuk lebih memperkenalkan materi terbaru mereka. Saya pun hadir tersebab oleh rasa penasaran seperti apa album Rimpang dalam format panggung. Sesi kedua adalah Menjalar.
Sayang, pada beberapa lagu pertama tata suara belum terdengar utuh. Sound gitar Reza Ryan serta drum Akbar Sudibyo terlalu dominan sementara bass Poppie Airil malah tenggelam. Komunikasi Cholil Mahmud yang sesekali menjabarkan lagu pun sulit ditangkap artikulasinya. Padahal mayoritas penonton belum terlalu familiar dengan lagu-lagunya. Mengingat ini pertunjukan tunggal, mestinya kendala tersebut dapat diminimalisir.
Syukurlah pada pertengahan sesi telinga mulai nyaman. Dan, benar, ketika didukung tata suara jernih dan visualisasi apik, rangkaian karya dalam Rimpang menjadi terasa sarat pesona. Inilah album pertama ERK tanpa keterlibatan bassist Adrian Yunan. Posisinya kini diisi oleh Poppie Airil dengan tambahan gitaris Reza Ryan. Versi digitalnya telah dirilis pada 27 Januari lalu,
Saya lebih suka menggunakan kalimat ‘diisi’ ketimbang ‘diganti’, karena peran Adrian tidak mungkin tergantikan sebagai salah satu konseptor. Jejaknya melekat kuat pada tiga album pertama: Efek Rumah Kaca (2007), Kamar Gelap (2008) dan Sinestesia (2015). Namun Poppie terlihat cepat menyesuaikan diri. Ia ikut menulis lagu “Ternak Digembala” dan “Bersemi Sekebun”, saling isi membangun rhythm section dengan Akbar. Poppie hadir sebagai faktor pembeda.
Dengan formasi baru untuk sesi album, musik ERK tampil lebih riang dan penuh warna.
Perubahan musikalitas mereka sebenarnya sudah mulai terlihat pada album mini Jalan Tiga Enam, dirilis 26 Januari 2020. Setidaknya ada dua lagu yang meninggalkan nuansa kelam khas ERK, yaitu “Tiba-Tiba Batu” dan “Normal Yang Baru”.
Dalam Rimpang, unsur keriangan lebih mengalami pengayaan menyusul bergabungnya Reza yang memainkan gitar dan piano akustik mau pun elektrik, keyboard, synthesizer sekaligus vokal latar.
Dari segi penulisan lirik Cholil dan Akbar tetap menjadi penjaga identitas ERK. Kerangka pemikirannya tetap menjadi suar atas berbagai isu sosial dan politik. Ambil contoh “Fun Kaya Fun” yang mengeritik – sekaligus otokritik – dunia yang serba instan. Kehidupan menjadi selalu tergesa-gesa yang disimbolkan melalui ketukan rapat Akbar pada intro.
Kemasan fisik album pun kini tampil cerah ceria. Informasi lirik dan nama-nama yang terlibat di dalamnya dipresentasikan melalui setiap lembaran grafis. Tampilannya tertata rapi. Tidak semurung album-album sebelumnya. Hanya saja skala ukurannya yang melebihi ukuran boks cakram CD pasti menyulitkan Penerka saat menyimpannya dalam rak koleksi mereka.
Jauh sebelum beredar secara resmi, saya sempat mampir ke kantor demajors, pihak pengganda sekaligus distributor album Rimpang. A & R David Tarigan memperlihatkan art work yang didesain oleh Cempaka Surakusumah itu. Memang apik. Tetapi berpotensi cukup bikin puyeng segelintir orang.
Kembali ke GBK Tennis Indoor. Sesi kedua, Menjalar, berisi parade lagu yang sudah akrab di telinga dan sudah pasti melahirkan koor sampai di penghujung konser. Berterbangan “Hujan Jangan Marah”, “Debu-Debu Berterbangan” sampai “Desember” yang oleh Anda Perdana dan “Cinta Melulu” yang sebagian dibawakan secara akapela oleh The Adams.
Sebagai seni pertunjukan multi media, Rimpang berhasil membayar kerinduan penonton akan keberadaan ERK. Perbedaan domisili para personelnya membuat kelompok ini jarang muncul di atas panggung. Malam itu ‘hutang’ mereka terbayar tunai.
Rimpang merupakan album terbaik ERK. Namun saya berharap hal ini bukanlah puncak pencapaian kreatif mereka. Cholil, Akbar, Poppie dan Reza masih memiliki ruang dan waktu untuk terus mengembangkan imajinasi, kepekaan dan estetikanya . Saya teringat pada sepenggal ucapan Sting saat mewawancarainya beberapa tahun siam:
“Musisi yang baik adalah yang selalu berubah.”
Foto-foto : Rakasyah Reza/ERK