Kamar Musik.id. Sejak mengetahui New Order akan menggelar tur, saya sudah berencana untuk tidak melewatkannya. Apalagi kali ini untuk tur Eropa kali ini mereka hanya tampil di tujuh kota. Diawali dari Copenhagen, Amsterdam, Paris dan berakhir di empat kota di inggris.
Jadi, pada Selasa 26 September 2023 saya berangkat pagi-pagi buta untuk mengejar kereta pukul 7 ke Paris. Ini termasuk perjalanan nekad karena keesokan harinya harus mengejar seperti biasa. Namun ketakutan mereka keburu pensiun membulatkan tekad untuk tetap berangkat.
Tur New Order tidak lagi diperkuat oleh pemain bass Peter Hook yang legendaris itu. Si Hooky ini merupakan ‘nyawa’ New Order yang membuat saya jatuh cinta pada band tersebut. Permainan bass-nya yang menonjol nyaris menyerupai lead gitar sehingga menjadikannya salah satu bassist ‘80an favorit saya di samping John Taylor (Duran Duran) dan Simon Gallup (The Cure). Seperti diketahui, posisi Peter Hook digantikan Tom Chapman sejak 2011.
Venue konser berlokasi di Zenith yang bangunannya menyerupai tenda sirkus berkapasitas 6800 penonton. Gedung ini cukup melegenda. Pernah disinggahi Nirvana, Pearl Jam, Spice Girls, Britney Spears, Gorillaz, The Killers dan banyak lagi.
Zenith berlokasi di Parc de la Villette, taman besar sekaligus komplek musik yang terdiri dari La Grande Halle tempat festival jazz tahunan, Konservatorium Paris, Philharmony Paris, concert hall Trabendo serta Cabaret Sauvage. Kalau tidak salah di gedung terakhir itu Burgerkill pernah konser.
Meskipun tempat ini menyenangkan tapi lokasinya berada di daerah rawan. Tepatnya di arrondissement (district) 19 bernama Bobigny, pusat wilayah Seine Saint – Denis daerah ghetto.
Tamannya sih, cukup adem dan nyaman. Bikin betah nongkrong berjam-jam. Tapi begitu bergeser sekitar 500 meteran, kita akan segera mencium aroma tidak nyaman. Celakanya, hotel tempat saya menginap yang hanya berjarak 1 km dari venue berada di pintu gerbang wilayah ghetto !
Begitu keluar dari stasiun metro banyak berkeliaran penjual rokok selundupan (tanpa pajak) yang terdiri mayoritas orang-orang Arab-Afrika utara/maghribi dan Afrika hitam.
Di dalam venue suasana terasa sedikit mencekam ketika kaki saya tanpa sengaja menyentuh sebuah ransel yang diletakan oleh seseorang begitu saja di samping kursi, tepatnya di ruas tempat penonton hilir mudik. Tidak terlalu menyolok sebenarnya, namun ingatan pada peritiwa Bataclan membuat nyali langsung ciut.
Bataclan adalah gedung teater di Prancis. Pada 13 November 2015 di situ tengah berlangsung sebuah konser saat dua orang bersenjata Ak-47 datang menyerbu dan menembaki penonton dengan membabi-buta. Dalam tempo 15 menit tidak kurang dari 25 mayat bergelatakan bersimbah darah.
Tragedi Bataclan merupakan rangkaian dari serangan teroris ISIL (Islamic State of Iraq and the Levant) yang tercatat sebagai tragedi Prancis terbesar setelah Perang Dunia ke-2.
Di tengah perasaan ngeri-ngeri sedap itulah saya menunggu pertunjukan dimulai.
Malam itu, tepat pukul 9, konser dibuka oleh “Crystal” tapi baru berlangsung beberapa saat vokalis Bernard Sumner terpaksa menghentikannya dan mengajak teman-temannya untuk mengulang kembali dari awal. Rupanya dia lupa lirik. Benar ‘kan, tanda-tanda ‘pensiun’ mulai terlihat? Jadi memang tidak sia-sia saya hadir di Zenith, he-he!
Setelah itu segalanya berlangsung lancar. Pada lagu “Age of Consent” dan “Ceremony” yang terkenal itu Tom Chapman berhasil membuktikan bahwa dirinya memang layak sebagai pengganti Hook. Tentu saja dengan dengan pembawaan yang berbeda. Sound-nya tidak segalak Hooky namun tidak membuat penggemar berat New Order merasa kehilangan.
Pada lagu “Restless” peran gitaris Phil Cunningham, bergabung sejak 2001, terasa sekali sebagai salah satu pesona New Order. Penonton pun serentak bergoyang massal ketika Gillian Gilbert (keyboard) mulai memainkan intro lagu “Sub Culture”, disusul “Blue Monday”, “dan di lagu “Bizarre Love Triangle” dan “True Faith”.
Setelah lagu “Temptation” yang memaksa penonton bergoyang, mereka pun kembali ke panggung membawakan “Atmosphere” nya “Joy Division” dan ditutup dengan “Love Will Tear Us Apart”.
Malam yang membahagiakan karena berkesempatan menyaksikan langsung kelompok musik yang telah bertanggung jawab melahirkan skena Madchester dan british indie dance yang lewat klub milik mereka, The Hacienda. Dari sinilah lahirnya Stone Roses, Happy Mondays, Inspiral Carpets, The Charlatans, Chemical Brothers, The Verve, dan Oasis.
Yang tidak kalah penting, dan ini membanggakan, saya sangat menikmati permainan drummer ’80-an, yaitu Stephen Morris. Meskipun usianya tidak muda lagi tapi sangat konsisten menjaga beat selama 2 jam penuh, tanpa jeda. Salut !
Keluar dari stasiun metro, dalam perjalanan menuju hotel, terlihat beberapa kelompok kecil tengah melakukan transaksi drug. Masa bodohlah, yang penting puas nonton New Order. (Dikyana Hidayat, dari Paris)
Foto image : New Order official.