Bangkit Dari Keterpurukan
Kamarmusik.id – Iffet sidharta hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sosoknya semula hanya dikenal sebagai Ketua Organisasi Pencinta Tanaman se-DKI. Ketika Slank diguncang berbagai cobaan, ia terpaksa meninggalkan dunianya untuk terjun langsung melakukan pembenahan. “Saya awalnya nggak ngerti apa-apa tentang manajemen band, tapi keadaan Slank waktu itu parah sekali,” ucapnya liri
“Parah sekali” yang dimaksudkannya adalah kondisi Slank paska kepergian Bongky, Indra, dan Pay. Markas di jalan Potlot mendadak berubah jadi kuburan karena Slanker yang biasa datang bergerombol ikut-ikutan surut. Hal pertama yang dilakukannya adalah membuat penjadwalan. Dibantu Ila, puteri bungsunya yang diangkat sebagai manajer, ia menghidupkan kembali Slank Fans Club (SFC), berharap ada fans yang masih setia. Dibuatnya jadwal fans gathering setiap Rabu dan Jumat. Slank tampil bermain akustik di panggung kecil. Upaya ini cukup mendatangkan hasil.
Ketergantungan Bimbim dan Kaka pada narkoba, belakangan diikuti Ivanka, menyebabkan banyak promotor mengurungkan niat untuk menampilkan Slank. Bimbim menguras sisa tabungannya dan mengirim Ila ke sejumlah sekolah di Jakarta untuk kerjasama mendatangkan Slank.
Bunda Iffet, seorang ibu yang minim pengalaman tentang penyelenggaraan show, mencoba mencari job. Ia menghubungi beberapa pengusaha kafe, termasuk panitia daerah. Beberapa kali ditinggal kabur. Namun ia tak menyerah. “Kalau tidak begitu, bagaimana mau menghidupi anak-anak? Waktu itu kami tidak ada uang.”
Saya pernah menyaksikan bagaimana suatu saat Bunda turut mengamankan pertunjukan. Ketika penonton histeris dan naik ke atas panggung, dari bawah panggung ia mencubiti kaki penonton, menyuruh turun. “Kalau kamu Slankers sejati, turun sekarang juga!” jeritnya. Sebuah pemandangan mengharukan yang tak akan pernah saya lupakan.
Dengan kesabaran seorang ibu, ia berusaha menjauhkan Bimbim, Kaka, dan Ivanka dari pelukan serbuk haram. Tak ada teman untuk bertukar pikiran. Semua dikerjakan sendiri. Cobaan demi cobaan datang mendera. Ketika memenuhi undangan tampil di Bali dalam rangka pergantian milenium, Kaka ditangkap petugas keamanan Sanur Beach Hotel, tempat rombongan menginap, karena kedapatan menyemprotkan alat pemadam kebakaran di sepanjang koridor.
“Waktu itu dia make shabu-shabu. Orang yang nyabu kan nggak bisa diam, maunya ngegeratak apa aja,” jelas Bunda yang mengaku tak habis pikir bagaimana cara kedua orang tersebut mendapatkan pasokan.
Kaka yang pada dasarnya gemar melukis, mencorat-coret sprei kamar tidur di setiap hotel yang mereka singgahi. Ini persoalan lain lagi. Untunglah para petugas kebersihan yang memergoki umumnya penggemar Slank. Sprei penuh coretan itu mereka amankan di rumah sebagai koleksi.
“Kalau mereka bukan penggemar Slank, nggak tahu saya harus mengeluarkan duit berapa buat mengganti kerugian?” Bunda tersenyum getir. Bagi orang tua itu, kehadiran dua personil baru – Abdee – Ridho, tak ubahnya mesias. Sebagai personil baru mereka berusaha menunjukkan kesetiakawanan, mendampingi Bunda setiap kali muncul permasalahan. “Tapi lama-lama mereka frustrasi juga,” cetus Denny.
Tahun 1999 mendadak Pay muncul di markas Slank. Dia rupanya sudah berhasil melepaskan diri dari ketergantungannya pada narkoba. “Bunda, aku sudah sembuh, sekarang pakai obat Cina,” kata Bunda Iffet menirukan ucapan Pay.
Kemunculan Pay memberinya secercah harapan. Dalam waktu hampir bersamaan seorang teman Ridho mengundang Slank tampil di Jepang. Kedua momentum inilah yang dimanfaatkannya untuk menyadarkan Bimbim dan Kaka.
Berdasarkan informasi Pay itulah, Bunda menjalankan terapi detoks, sebuah proses penyembuhan bagi para penderita narkoba. Setiap hari ia mengawasi mereka di kediamannya. Belakangan orang tua Ivanka menghubunginya karena merasa tak tahan. “Akhirnya Bunda bawa kemari (Potlot).”
Setelah berhasil sembuh, Bimbim meminta kesediaan Denny agar melakukan penataan. Semula Denny mengaku ragu untuk menerima ajakan sepupunya itu karena selama empat tahun terakhir tak pernah lagi terlibat urusan musik. Namun setelah berunding dengan istrinya, ia menyatakan bersedia. Sebagai Sarjana Ekonomi, sasaran pertama pembenahannya adalah pembukuan. Ia kaget.
“Amburadul man, banyak sekali kasbon ke distributor.”
Usai menata pembukuan, langkah selanjutnya adalah mendaftarkan Pulau Biru Indonesia sebagai badan usaha resmi. Nama-nama yang tercatat di sana yaitu Bunda Iffet (Direktur Utama), Denny A. Ramadhan (Direktur Operasional), Bimbim (Komisaris) dan Kaka (Komisaris).
Berbagai divisi dikembangkan, mulai Pulau Biru Production, Slank Management, Slank Records, Koran Slank, WarSlank, Slank Fans Club dan slank.com.
Untuk itu Bunda harus merelakan kediamannya di jalan Potlot yang berukuran 1.545 meter persegi sebagai pusat kegiatan. Luas tersebut kini membengkak karena Bimbim mendirikan rumah di atas tanah tambahan seluas 600 meter persegi, sementara personil lainnya memilih Kota Wisata Cibubur sebagai tempat tinggal.
“Bimbim itu dari kecil nggak suka keluyuran. Dia anak rumahan,” komentar Bunda. “Makanya waktu bikin rumahpun nggak mau jauh-jauh dari Bunda.”
Di lingkungan PT Pulau Biru Indonesia bekerja 15 karyawan yang menerima gaji bulanan. “Itu belum termasuk Jaddah Slank,” papar Denny. Jaddah Slank adalah sebutan untuk kru panggung yang keberadaannya di bawah koordinasi Massto sebagai Road Manager.
Semua usaha ini memang digerakkan oleh sanak saudara. Yudhi Rumput, eks bassis Grass Rock, menangani urusan dokumentasi. Adrie Sidharta, yang sempat mengundurkan diri dari manajemen, kembali aktif membenahi website yang sejak tahun 2004 terbengkalai. Ia merombak website tersebut menjadi portal bekerjasama dengan sebuah developer dan siap diluncurkan pada 20 Mei ini.
Portal yang tetap menggunakan nama slank.com ini kelak akan memanjakan kebutuhan penggemar Slank mulai blog yang informasinya diperbarui setiap hari, webstore yang melayani transaksi segala bentuk merchandising termasuk penjualan kaset dan CD, tiket konser hingga Slank Club. Ini versi eksklusif dari SFC. Anggota Slank Club akan mendapat akses backstage, fasilitas yang tak bisa diperoleh oleh Slankers.
Sebagai bentuk apresiasi dari manajemen Slank, sebanyak 500 anggota Slank Club nantinya berhak menghadiri Private Party yang menurut rencana akan digelar dua kali setiap tahunnya. Itu belum termasuk kesempatan turut serta dalam rombongan tur. Semua merupakan bagian dari persiapan menyambut peredaran album di Jepang dan Amerika.
“Sekarang gue yang ngasih pemasukan buat Slank,” kata Denny, eks keyboardis Slank (1985 – 1986) itu.
Manajemen Slank melalui PT Pulau Biru Indonesia terus berbenah diri. Menurut catatan resmi, kini SFC tersebar di 89 kota Indonesia, termasuk Malaysia, dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 28.000 Slankers. Mereka terdiri dari berbagai profesi. Pengangguran, pelajar, mahasiswa, dokter sampai pengacara.
Dibo, nama gaul Firman Abadi, Ketua SFC Jakarta, berinisiatif membentuk Bidadari Penyelamat, semacam tim keamanan yang terdiri dari Slankers. Tugasnya antara lain membantu penyelenggara pertunjukan yang mengundang Slank tampil di kota-kota tertentu yang memiliki kantong-kantong SFC.
Nama “Bidadari Penyelamat” diambil dari salah satu judul lagu di album Minoritas. Adalah Dibo pula yang pertama menggagas pembuatan bendera Slank, dan kemudian menjadi fenomena karena tak cuma berkibar di arena pertunjukan Slank, melainkan pertunjukan band lain. Bahkan ketika berlangsung kampanye Pemilu 1999 atribut tersebut berkibar-kibar.
“Partai politik mana pun boleh menggunakan atribut Slank, karena Slank berdiri di atas semua golongan,” kata wirastawan berusia 36 tahun yang bergerak di bidang digital printing tersebut, tentang filosofi band idolanya.
“Syarat menjadi anggota SFC nggak boleh nyimeng (mengisap ganja),” tambah Capung, eks ketua SFC Bogor. Tata tertib di lingkungan markas memang diperketat. Slankers yang kedapatn membawa minuman keras pasti tegur keras. Bagaimana jika seorang pengunjung klepto? “Ya, kita ceburin ke kali,” tegas Kaka.
Ia telah berhasil mengangkat Slank dari puing kehancuran melalui wawasan menejemen yang diperolehnya secara otodidak. Dalam keadaan lelah pun senyumnya nyaris tak pernah hilang. Senyum yang telah meloloskan Bimbim, Kaka, dan Ivanka dari rongrongan serbuk iblis. Kepada saya ia mencetuskan kekhawatirannya tentang mereka.
Kini Bunda Iffet tak lagi sekadar ibu rumah tangga. Ia adalah simbol PT Pulau Biru Indonesia. Banyak keputusan bisnis lahir dari pemikirannya. Ia bahkan melakukan kontrol atas design t-shirt Slank yang akan dipasarkan. Yang membedakan, dirinya kini tak lagi selalu hadir di setiap pertunjukan, kecuali kota-kota tertentu. “Mungkin karena faktor umur ya?” katanya terkekeh.
“Walau pun sudah sembuh, hati ini tetap aja deg-degan. Soalnya, orang-orang yang diberitakan sembuh ternyata malah ditangkap polisi,” katanya seraya menyebutkan beberapa nama selebritas yang menjadi pemberitaan akhir-akhir ini karena kasus narboba.
Berbagai terpaan kemelut telah menjadikan Slank band sekokoh karang. Band baru terus bermunculan. Namun Slank tetap tegak di sana sebagai raksasa. Mereka telah mendapatkan kepercayaan kembali dari pihak sponsor. Undangan tur sambung menyambung. Dirambahnya dunia layar lebar, mulai menghiasi film Banyu Biru dengan lagu “Biru” dan “Juwita Malam” hingga Get Married yang seluruhnya menggunakan kekuatan lagu-lagu mereka.
Bukan cuma itu, peran sebagai bintang iklan dilakoninya mulai Telkomsel, Kopi Tora Bika, Supermie, Minakjinggo dan yang belum lama selesai penggarapannya adalah Bintangin. Khusus untuk yang satu ini, Denny menggambarkan bagaimana perang batin terjadi di antara mereka sebelum mengambil keputusan menerima tawaran. Ia bukannya tak menyadari suara-suara miring di luaran yang menilai Slank sudah komersil habis.
“Mereka nggak begitu saja menerima tawaran. Ada sejumlah pertimbangan.”
“Yang pertama gue pikirin adalah reaksi Slankers,” kata Bimbim. “Ketika mereka bisa menerima keputusan kami, baru tawaran itu gue ambil.”
Seperti dikatakan Ridho, Slank kini tengah bertaruh. Keputusan menjadi model iklan diambil melalui diskusi panjang. Menurut Abdee, setiap pencapaian pasti membutuhkan pengorbanan.
“Salah satunya adalah dengan membiarkan tampang kami dipajang di mana-mana.”
Gosip Setengah Hati. Penggalan liriknya, “Mau tau gak mafia di Senayan?/Kerjaannya tukang buat peraturan/Bikin UUD Ujung-Ujungnya Duit!”. Jika benar, kemarahan DPR sangat terlambat karena lagu yang terdapat dalam album Plur ini sudah beredar sejak tahun 2004 dan sudah sering dibawakan Slank pada konser mereka
Diekspos oleh banyak media elektronik, berita segera menyambar-nyambar laksana bensin. Sebuah surat kabar daerah memberitakan Slankers Surabaya, Oi (Organisasi Indonesia, didirikan oleh penggemar Iwan Fals) dan Baladewa (sebutan untuk penggemar Dewa) menyatakan siap berdiri di belakang Slank jika DPR tetap mempersoalkan lagu tersebut. Pada saat yang sama KPK menangkap Al Amin Nasution atas dugaan korupsi.
Anggota DPR yang juga suami pedangdut Kristina itu kini resmi berstatus sebagai tersangka. Entah ada hubungannya atau tidak, Gayus Lumbuun kemudian memberikan pernyataan pers bahwa BK DPR tidak akan meneruskan masalah ini dan menyerahkan persoalannya pada masyarakat, Kamis 10 April. Masyarakat yang mana?
Fenomena di atas hanya menunjukkan betapa masih rentan produk kesenian kita pada intervensi. Sejarah membuktikan para seniman yang memperlihatkan sikap kritis seringkali terpaksa berurusan dengan penguasa. Mendekamnya Koes Bersaudara di penjara Glodok oleh rezim Orde Lama adalah luka tak tersembuhkan yang sudah menjadi kisah klasik. Dinginnya tembok penjara juga pernah dirasakan Si Burung Merak WS. Rendra.
Salah satu album almarhum Harry Roesli, Philosophy Gang, dilarang beredar karena sampulnya dianggap menyebarkan pornografi. Selain itu lagu-lagu Harry memang sarat kritik, termasuk “Fraksi Pencuri” dari album Jika Hari Tak Berangin, 1978.
Seratus pencuri membuat fraksi di tanahku ini
Seribu penipu, mereka bersatu di tanahku ini
Dapatkah Anda membayangkan ini?
Pada tahun yang sama Leo Kristi merilis Nyanyian Tanah Merdeka. Salah satu lagunya, “SASL (Solus Aegroti Suprema Lex Est),” memperlihatkan bagaimana pemerintah berulangkali berusaha membungkam para seniman musik.
Hei tirani
Dengan ujung senapan dan bayonet
Tak dapat kau penjarakan jiwa kami
Sembilan tahun kemudian, 1987, Iwan Fals secara gamblang mengeritik kinerja para wakil rakyat dalam “Surat Buat Wakil Rakyat.”
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu setuju
Iwan Fals memang tak sampai dicekal atas kritikannya ini, tapi bukan sekali dua berurusan dengan polisi. Ia pernah diinterogasi gara-gara lagu ciptaannya, “Pola Sederhana” dan “Mbak Tini” dianggap menghina Ibu Tien Soeharto. Almarhum HB Jasin, Paus Sastra Indonesia, dijebloskan ke penjara karena tak bersedia menyebutkan jati diri Ki Panji Kusmin, pengarang Langit Makin Mendung yang dimuat di majalah Horizon pimpinannya. Kegigihan HB Jasin dalam melindungi identitas sang pengarang kini menjadi legenda dunia sastra.
Lantas, siapakah sebenarnya yang berhak mengadili suatu produk kesenian? Negara ini tak cukup menyediakan perangkatnya. Oleh karena itu, penghakiman atas sebuah karya yang terus berlangsung hingga kini selalu tak jelas juntrungannya.
Kesenian tak pernah bisa didekati oleh kepentingan politik karena masing-masing memiliki sudut pandang berbeda. Bahkan pengadilan Amerika pun gagal menyeret Judas Priest ke penjara atas lagu Beyond The Realm Arms yang dianggap menebar fitnah. Ozzy Osbourne pernah duduk di kursi pesakitan karena “Suicide Solution” ciptaannya dituduh menganjurkan bunuh diri kepada generasi muda. Sekali lagi, pengadilan gagal melakukan pembuktian. Kasusnya menguap begitu saja. Sang Metal God hingga sekarang tetap saja petentengan di atas panggung.
Lagu-lagu Slank akrab dengan aura politik meski mereka tak punya kepentingan politik. Slank, Koes Bersaudara, WS Rendra, Leo Kristi, Harry Roesli atau Iwan Fals tak lebih dari musisi yang memposisikan dirinya sebagai kontrol sosial sambil mencoba memberikan kontribusi kepada tanah air tercinta melalui kapasitas kesenimanan mereka.
Gosip Jalanan
Ciptaan : Bimbim, Kaka, Ivanka
Pernahkah lo denger mafia judi?
Katanya banyak uang suap polisi
Tentara jadi pengawal pribadi
Apa lo tau mafia narkoba?
K’luar masuk jadi bandar di penjara
Terhukum mati tapi bisa ditunda
Siapa yang tau mafia selangkangan?
Tempatnya lendir berceceran
Uang jutaan bisa beli parawan
Kacau balau, kacau balau
Negaraku ini ……….
Ada yang tau mafia peradilan
Tangan kanan hukum di kiri terpidana
Dikasih uang habis perkara!
Apa benar ada mafia pemilu?
Entah gaptek apa manipulasi data?
Jual beli suara rakyat!
Mau tau gak mafia di senayan?
Kerjaannya tukang buat peraturan
Bikin UUD ujung-ujungnya duit (Tamat)
(Tulisan ini dimuat pertama kali di Majalah Rolling Stone Indonesia Edisi Maret, Mei 2008. Diunggah kembali secara bersambung di kamarmusik.id dalam rangka menyambut ulang tahun Slank ke-39, 26 Desember 2022)