Wajah tirus itu muncul dari balik salah satu ruang tahanan Bareskrim Mabes Polri, pekan pertama bulan Desember lalu. Dia, Achmad Albar, sosok yang belakangan sangat menyedot perhatian menyusul penangkapan dirinya oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN). Wajahnya segar bugar. Sedikit wangi.
Ketika hendak menemuinya bersama Camelia Malik, Ian Antono dan Titiek Saelan, istrinya, serta rombongan pengacara dari Yapto Soerjosoermarno Law Firm, sempat terbayang akan bertemu dengan wajah kuyu, mata merah, penuh keputusasaan, dan gambaran muram lain seperti umumnya orang tengah dibelit sebuah kasus. Ternyata kondisi Albar sama sekali berbeda dengan bayangan tersebut. Ia tampil rapih. Tubuhnya dibalut T-shirt hitam dan celana jins. Entah apa yang yang ada di dalam pikirannya. Tapi sore itu ia tetap penuh canda meski terlihat sedikit kikuk. “He-he, kita ketemu di sini sekarang,” sapanya ketika melihat saya. Dipeluknya Mia, panggilan akrab Camelia Malik, kemudian Ian dan Titek. Ia menyalami satu per satu para pengacara yang akan berjuang membebaskan dirinya dari tuntutan hukum.
“Gue bikinin minum sebentar ya,” katanya. Yang lain serentak mencegah, toh ia tetap saja berlalu menuju ke dapur umum, menyeduh kopi hitam di dalam gelas plastik hijau muda. Kopi racikannya itu ia tawarkan ke semua tamu padahal hanya bikin segelas. Albar, Mia, Titiek Saelan dan Ian Antono akhirnya mencicipi secara bergantian. Suasana hangat dan akrab.
“Kapan lagi bisa minum kopi rame-rame kayak gini?” celetuk Mia.
Didampingi para pengacara, Mia menjelaskan perkembangan terakhir serta persiapan menghadapi upaya hukum nanti. Para pengacara yang akan mendampingi Albar di pengadilan adalah Yapto Soerjosoemarno, Thomas Abon, Togar Nero, Sandy, Hulman, Victor dan Herry Subagyo. Albar terlihat mengangguk-angguk. Ia nampak sulit memfokuskan perhatian pada materi pembicaraan karena tiap sebentar harus berdiri menerima salam dari para tamu yang akan mengunjungi tahanan lain. Tampang arab dan rambut kribonya memang sangat familiar. Orang dengan mudah mengenalinya.
Setelah pembicaraan dengan para pengacara usai, dihampirinya Ian Antono. Topik obrolan beralih ke rencana pembuatan album baru God Bless. Ian mengusulkan untuk mengambil satu atau dua lagu Clover Leaf, band Albar semasa tinggal di Belanda, untuk diaransemen ulang. Albar nampak keberatan dengan alasan lagu-lagunya terlalu ngepop. Ingatannya cukup baik. Ia hapal di luar kepala lagu-lagu yang pernah diciptakannya semasa bergabung dengan Clover Leaf. Album baru God Bless selalu menjadi pertanyaan banyak orang. Sejak Apa Kabar? (1997) mereka memang tak pernah lagi masuk studio rekaman.
Albar tak menolak ketika saya meminta ijin untuk melihat-lihat ruang tahanannya. Ruang tempatnya istirahat berisi sembilan orang dengan Albar menempati salah satu pojok. Nampak sebuah kasur gulung warna biru terikat rapi, lalu tas berisi pakaian ganti, buah segar kiriman keluarganya belum tersentuh. Ada pula televisi 29 inch yang dapat ditonton rame-rame. Agak sulit sebenarnya membayangkan rocker yang jika di panggung selalu menjadi pusat perhatian tidur melingkar di pojok itu. Nyamuk tentulah menjadi temannya di malam hari.
“Biasanya kalau ada nyamuk satu aja gue bisa ribut setengah mati. Sekarang silakan angkat (gigit) aja deh,” Albar terkekeh memperlihatkan kedua lengannya yang bentol-bentol. Ia juga mencuci piring sendiri. “Tempatnya di situ,” ditunjuknya sebuah wastafel yang menempel dengan rak piring.
Obrolan ringan siang itu sempat terhenti ketika mantan Menteri Kelautan Rohmin Dauri lewat dan nimbrung sebentar. “Bapak ini rajin jadi imam di sini,” katanya pada kami seraya menepuk-nepuk bahu Albar. Rohmin ditahan setelah KPK melaporkannya melakukan tindak korupsi. Lim Piek Kiong (47) terlihat pula mondar-mandir. Lelaki yang lebih dikenal dengan panggilan Monas itu dicokok polisi di Apartemen Taman Anggrek, Kamis 22 November. Dialah suami Jetlie alias Cece yang ditangkap bersama Albar, Senin 26 November.
Tak jauh dari tempat bincang-bincang kami terdapat ruang tahanan untuk pramugari yang diduga terlibat kasus pembunuhan Munir. Saat itu yang bersangkutan tengah menerima kunjungan teman-temannya, perempuan. Dan di usianya yang memasuki kepala enam, Albar masih belum kehilangan pesona di mata mereka.
Bagaimana hari-hari pertama Anda di sini (ruang tahanan Mabes Polri)?
Bingung. Seumur-umur gue nggak pernah berurusan dengan polisi. Tiba-tiba saja harus berada di ruangan ini. Dua hari pertama sih stres juga. Kurang tidur karena harus menghadapi pemeriksaan. Baru istirahat satu dua jam sudah dibangunin lagi. Sekarang mulai terbiasa.
Anda menemui kesulitan beradaptasi dengan lingkungan di sini?
Paling urusan mandi dan kencing (tertawa). Di sini penghuninya ada sekitar tiga puluh orang. Kamar mandinya cuma satu. Bayangkan kalau lagi kebelet kita harus antri dulu, waduh! Di sini ternyata kencing saja ternyata bisa mendatangkan kenikmatan. Alhamdulilah …. (Albar menengahkan kedua telapak tangannya ke atas menirukan seseorang yang tengah mengucap doa). Solat juga bisa khusyuk karena banyak waktu. Mudah-mudahan (solat) ini bisa awet sampai di luar nanti.
Lantas apa saja yang Anda lakukan untuk mengisi kekosongan?
Banyak baca buku. Mia rajin ngirimin buku-buku. Padahal selama ini gue kan jarang baca. Kalau bosan, ya tidur. Alhamdulilah juga teman-teman banyak yang datang. Gue sampai bosan melihat dia tuh, ha..ha..ha. (melempar pandangan pada Ian Antono yang tersenyum-senyum).
Mengikuti perkembangan berita tentang kasus Anda?
Mia yang suka bawain (berita). Mungkin dia seleksi dulu, yang dibawa yang bagus-bagusnya.
Yang Anda tahu seperti apa pemberitaan di luar?
Banyak yang tidak berdasarkan fakta.
Contohnya?
Ada yang bilang kalo gue mengaku bahwa cocaine di kamar Ai (Fahry Albar, putera ke dua Albar) itu punya dia. Gila apa? Mana pernah bilang seperti itu? Kalau pun bener itu punya anak gue, pasti akan gue bilang punya gue. Gue nggak mau dia dapat masalah!
(Ketika tersiar kabar bahwa Fahry Albar dicari polisi, Albar sangat gelisah. Ia baru tenang kembali setelah mendengar kabar Fahry telah selesai menjalani pemeriksaan polisi serta dinyatakan tidak bersalah)
Apakah Anda merasa dihakimi?
(terdiam) Masalahnya ada pemberitaan yang nggak benar. Gue nggak pernah mengeluarkan pernyataan apa-apa.
Mungkinkah munculnya pemberitaan yang terkesan memojokkan dikarenakan pihak keluarga menutup akses informasi pada hari-hari setelah penangkapan?
Camelia Malik : Kami tidak bermaksud seperti itu. Masalahnya saat itu kami sendiri tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi? Saya sibuk mengumpulkan informasi dan teman-teman. Daripada salah, lebih baik kami memilih diam. Lagi pula saya nggak mau peristiwa ini diekspos terlalu berlebihan.
(Salah seorang yang dihubungi Mia untuk mencari kebenaran berita adalah Taka Mantik, mantan promotor yang bertahun-tahun berkarib dengan Albar)
Bagaimana cerita Fahry Albar yang diberitakan tiba-tiba menghilang dan masuk DPO?
Camelia Malik: Ai tidak menghilang. Dia ada di rumah saya. Saya bawa karena khawatir terjadi apa-apa dengannya. Berita bahwa Ai menyerahkan diri itu tidak benar. Saya katakan sehari sebelumnya, Ai akan datang (ke BNN) untuk klarifikasi. Saya selalu katakan “klarifikasi”, bukan menyerahkan diri. Ai bilang (bahwa) dia akan mengaku saja cocaine itu milik dia sendainya Iyek dituduh sebagai pemiliknya. Saya katakan nggak perlu karena kita belum tahu keadaan yang sebenarnya.
Apakah arti peristiwa ini bagi Anda?
Albar : Semua pasti ada hikmahnya. Gue jadi punya banyak waktu untuk merenung dan bisa bertemu teman-teman lama yang sebelum ini nggak pernah kedengaran kabarnya.
Seputar Penangkapan Achmad Albar
Hikmah yang dimaksud Albar bersumber dari prahara penangkapan tadi. Petugas BNN menggaruk rocker itu di rumahnya, jalan Kedondong no 220, Cinere, Depok, Jawa Barat. Berdasarkan rekonstruksi yang berlangsung pada 3 Desember, Albar ditangkap di rumahnya, sepulang dari mencarikan rumah kontrakan untuk Jetlie di Jalan Pala, Blok A Kav 334, Cinere. Tuduhan yang ditimpakan kepadanya Albar adalah menyembunyikan buronan.
Achmad Albar seorang public figure. Penangkapan ini tentu saja menggegerkan. Pesawat selular Camelia Malik mendadak tak bisa dihubungi. Telepon di rumah Ian Antono krang-kring oleh media massa yang memburu berita. Sebagian di antaranya mendatangi langsung ke rumahnya di kompleks Cibubur Indah. Pesawat selular Titiek Saelan pun kebanjiran short Message service (SMS) dari kenalan seprofesi, penggemar, sampai promotor. Umumnya meminta konfirmasi. Sebagian lagi pernyataan simpati. Pia, vokalis Utopia, menulis begini : “Tan, aku ikut prihatin. Mudah2an dilancarkan sama Tuhan semuanya ya. Aku pengen satu panggung lagi sama God Bless”. Sebuah radio swasta di daerah mendadak menyiarkan program khusus memutar lagu God Bless selama satu jam penuh dari album pertama hingga terakhir. Indrawan dari Denpasar mengirimkan dukungan dengan mengatasnamakan Bali Classic Rock.
Sampai hari kedua tak ada secuil pun pernyataan resmi dari pihak keluarga Achmad Albar. Media massa seolah dibiarkan mencari-cari kepastian sendiri sehingga melahirkan versi berbeda-beda. Oddie Agam, teman dekat Albar, malah mendapat informasi penangkapan Albar dari Titiek Saelan. Abadi Soesman mengetahuinya dari surat kabar, namun ia masih tidak percaya. “Terus aku telpon Ian (Antono), baru setelah itu yakin,” jelasnya.
Menyadari keluarga Achmad Albar masih diliputi kepanikan sementara pemberitaan semakin simpang siur, Titiek lantas berkoordinasi dengan Oddie Agam untuk menggelar jumpa pers bertempat di Darmawangsa Square.
“Jam 11.00 pagi aku telepon Mia soal rencana (jumpa pers) itu. Jam satu aku langsung telepon Sandika (rumah produksi program Kabar-Kabari) dan Cek & Ricek. Wartawan cepat sekali berdatangan,” terang ibu tiga anak yang pernah menjadi penabuh drum grup Princesstone itu. Donny Fattah dan Abadi Soesman turut memberikan keterangan.
Setelah menjalani pemeriksaan secara maraton, BNN segera menetapkan Albar sebagai tersangka. Pihak BNN kemudian mengirimnya ke Mabes Polri. Menjelang pemindahan dirinya terjadi pemandangan mengharukan. Albar dengan pasrah menyodorkan kedua tangannya untuk diborgol. Ian Antono hampir tak bisa menahan tangis menyaksikan sahabatnya yang selama 34 tahun bersama dalam suka dan duka digelandang petugas. Di situ hanya ada dia dan istrinya, Mia sudah lebih dulu menghambur ke Mabes Polri. Perhatian media massa dan infotainment terhadap kasus Albar begitu besar. Mia memperlihatkan kelingking kaki kanannya yang luka terinjak-injak wartawan sewaktu kakaknya tiba di Mabes Polri.
Sejak itu Albar langsung menerima kunjungan teman-teman sesama musisi yang memberikan dukungan moril atau sekadar ungkapan simpati. Mereka yang datang antara lain Rhoma Irama, A Rafiq, Tutie Kirana, Baron, Teddy Sudjaya, Gito Rollies, Ivan Boomerang, Addie MS dan Deddy Dhukun, Totol Tewel, Yaya Muktio, Taka Mantik dan banyak lagi.
Ian Antono sudah cukup lama mendengar Albar yang diberitakan kerap mengkonsumsi obat-obatan, hanya saja ia mengaku belum pernah sekali pun melihatnya secara langsung. Informasi yang diterimanya pun sebatas dari kiri-kanan. Oleh karena itu ia tak berani memastikan apakah Albar seorang pengguna narkoba atau bukan. Di luar urusan musik rupanya mereka jarang bertemu. “Jadi kalau sedang tidak ada kegiatan manggung gue nggak tahu apa saja kegiatannya.” Pernah mencoba mengingatkan? Lelaki pendiam yang rambutnya mulai memutih itu menghela nafas, sebelum berkata lirih. “Di antara kita sudah ada komitmen bahwa di luar urusan musik kita punya dunia sendiri-sendiri.” Itu artinya, Ian Antono tak akan pernah menyentuh keseharian Albar dan sebaliknya.
Teddy Sudjaya berkisah bahwa selama bergabung sebagai drummer God Bless tidak pernah sekali pun mengetahui temannya itu terlibat urusan narkoba. “Iyek itu satu-satunya anggota God Bless yang bersih,” katanya. “Kalau kami show di luar kota dia pasti sekamar dengan gue. Pada saat kami rame-rame make, cuma dia yang nggak ikut-ikutan.”
Namun sejak mengundurkan diri pada 1997 ia tak pernah lagi mengikuti perkembangan God Bless. Berita tentang Albar sebatas diperolehnya dari surat kabar atau televisi. “Dari dulu Iyek memang nggak pernah milih-milih dalam berteman. Siapa saja pasti dia tolong. Apalagi sekadar untuk mencarikan (rumah) kontrakan.” Saat menemuinya di tahanan, Teddy tak menerima keluhan apa pun. “Gue lagi apes saja,” kata Teddy Sujaya menirukan ucapan Albar. Di luar urusan God Bless, Teddy Sujaya sempat menggarap beberapa album solo Albar. Sebagai drummer ia bermain untuk Duo Kribo, proyek Albar bersama Ucok Harahap, hingga dua album. Sebagai penata musik ia menggarap album Kerinduan.
Sementara itu, meski ikut memberikan keterangan pers di Darmawangsa, Donny Fattah sebenarnya masih terheran-heran dengan kasus yang menimpa Albar. Mereka bertemu terakhir kali bulan Agustus 2007, saat God Bless tampil di Plaza Barat Senayan. “Sampai saat itu saya yakin Iyek nggak make. Nah, bagaimana dia bisa seperti itu (terlibat kasus narkoba) saya sendiri masih nggak habis pikir.”
Eet Syahranie bergabung dengan God Bless pada masa pembuatan album Raksasa (1989) sampai Apa Kabar? (1977). Sebuah fase dimana para personil God Bless tidak pernah lagi mengenal tradisi kumpul bersama untuk bertukar pikiran tentang musik. Mereka hanya bertemu dalam konteks profesioalisme, yaitu latihan, manggung atau rekaman.
“Jadi, gue nggak tau apa saja kegiatan mereka diluar itu, termasuk kegiatan Mas Iyek. Yang gue tahu Mas Iyek itu baik dan lucu orangnya. Cerita apa aja kalau dia yang menyampaikan pasti bikin kami ger-geran,” kenang Eet yang setelah mengundurkan diri dari God Bless kembali menghidupkan Edane.
Yang mungkin tidak diketahui oleh Eet adalah pemahaman sebagian orang bahwa Albar dipercaya bisa menyembuhkan orang sakit. Ermanto, pengusaha kelapa sawit dari Jambi dan salah seorang sahabat dekat Albar, menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Albar pernah “dipaksa” oleh seorang pengusaha di Jawa Timur untuk mendoakan agar usahanya terhindar dari kebangkrutan, melalui botol berisi air putih. Albar menjelaskan berulang kali bahwa ia tidak memiliki kemampuan seperti yang dibayangkan. Namun si pengusaha bersikeras. Albar akhirnya segera menerima botol yang disodorkan kepadanya, lalu mulutnya berkomat-kamit seperti tengah membaca sesuatu. “Percaya atau tidak, bisnis si pengusaha tadi bangkit lagi,” kata Ermanto dengan mimik serius.
Pada suatu hari rombongan God Bless berada di Bandara Soekarno Hatta untuk suatu pementasan di luar kota. Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saja Albar telah dikelilingi oleh rombongan calon jemaah haji yang meminta doa keselamatan melalui (lagi-lagi) botol berisi air putih. Merasa tak enak hati dikerubuti di depan umum, Albar langsung mengambil botol tadi. Mulutnya komat-kamit lagi. Setelah beres, rombongan tadi langsung membubarkan diri. Ketika saya bertanya apa saja yang dibacakannya, Albar menjawab pendek. “Al Fatihah dan doa semoga calon haji itu diberi keselamatan. Itu aja kok,” jawabnya tanpa bermaksud melucu.
Abadi Soesman mempunyai kisah tersendiri tentang Albar. Jika sedang tak ada kendaraan, ia kerap nebeng Albar dengan menunggu di suatu tempat. Tetapi Albar selalu bersikeras untuk menjemput ke rumahnya. “Iyek terlalu baik orangnya. Mungkin itu yang akhirnya disalahgunakan oleh orang lain.”
Bergabung saat pembuatan album Cermin (1982), menggantikan Jockie Suryoprayogo yang saat itu sibuk menggarap proyek solo Chrisye, Abadi Soesman mengalami saat kebersamaan selama 5 tahun dengan Albar. Selama itu pula ia tak pernah mendengar atau melihat temannya berurusan dengan narkoba. Sebaliknya ia melihat loyalitas Albar yang tinggi terhadap sesama personel God Bless. Setelah Jockie bergabung kembali, God Bless menyelesaikan album Semut-Semut Hitam (1988). Abadi Soesman kemudian mendirikan Bharata Band, grup copy cat The Beatles.
Hampir 18 tahun kemudian, tepatnya tahun 2002, God Bless bangkit dengan menghidupkan kembali peran Abadi Soesman. Ia melihatnya masih tetap seperti dulu kecuali garis-garis ketuaan yang semakin membayang di wajah Albar. “Iyek memang sempat make tapi itu tidak berat dan cuma sebentar. Justru terakhir ini dia lagi bersih-bersihnya.”
Taka Mantik melihat keluwesan Albar dalam bergaul sebagai kelebihan sekaligus kelemahannya. “Akhirnya dia dimanfaatkan.”
Yang pasti, Albar kini tengah menghadapi persoalan hukum serius. Jauh lebih serius dari yang dialami Fariz RM mau pun Roy Marten. Hasil tes oleh BNN membuktikan urinenya mengandung methamphetamine, unsur yang biasa terdapat pada sabu-sabu. Ia bisa dijerat pasal berlapis. Pasalnya, selain terkena pasal 62 UU Psikotropika (pemakaian), ia juga bisa dihadang pasal 71 (persekongkolan) dan pasal 59 (kepemilikan). Ancaman setiap hukuman berbeda-beda. Dari 4 tahun sampai 15 tahun. Benar tidaknya tentu masih perlu pembuktian. Oleh karena itulah sejak jauh hari Mia, yang mewakili pihak keluarga Albar, telah menyiapkan tim pengacara tadi. Yapto sendiri yang akan memimpin pembelaan.
Ian Antono percaya Camelia Malik beserta kerabatnya akan sanggup menghadapi proses tersebut dengan baik. Yang dikhawatirkannya justru jika kasus Albar dikaitkan dengan kepentingan politik. Maklum, Albar dikenal sebagai salah satu pengurus Partai Patriot pimpinan Yapto Soerjosoemarno, sekaligus ketua Pemuda Pancasila. Ini jabatan yang tidak ada hubugannya sama sekali dengan statusnya sebagai musisi. Jika teori ini yang berlaku, Ian memprediksi akan munculnya sebuah kekuatan dalam skala besar siap menghambat proses hukum Albar.
“Kasus Iyek bisa aja digantung (tidak diproses), ujung-ujungnya kan bisa merembet ke perijinan manggung.” Artinya, ‘bendera setengah tiang’ bagi dunia musik rock. Namun Taka Mantik melihat kecilnya kemungkinan ke arah sana.
Benny Soebardja, mantan vokalis dan gitaris Giant Step, juga tidak percaya jika kasus yang tengah dialami rekannya itu akan membawa pengaruh buruk terhadap scene musik rock tanah air. “Jangan hanya karena kasus Iyek lantas dianggap kiamat bagi rock Indonesia.” Abadi Soesman bahkan melihat ramainya pemberitaan lebih dikarenakan eksistensi Albar sebagai seorang ikon.
Kenyataan rupanya memang tak mudah bagi seorang Achmad Albar. Sebagai mantan suami aktris Rini S Bono, pernah terlibat affair dengan pesinetron Cut Keke yang usianya bertaut jauh, sebagai ujung tombak God Bless dan rocker senior yang terlanjur menjadi panutan musisi rock generasi muda, menjadikan setiap gerak-geriknya tak pernah lepas dari perhatian masyarakat luas. Dalam kontek dugaan menyembunyikan Jetlie, opini masyarakat sepertinya telah terbentuk mendahului kepastian hukum itu sendiri. Akankah peristiwa ini menamatkan karirnya yang panjang di dunia musik dan film?
Achmad Albar : Semua Berawal dari Clover Leaf
Lahir di Surabaya pada 16 Juli 1946, Achmad Syech Albar adalah putera ke dua dari pasangan Farida Alhasni dengan Syech Albar, seorang tokoh musik gambus pada zamannya. Albar masih berumur 3 tahun ketika ayahnya meninggal. Farida Alhasni kemudian menikahi tokoh perfilman nasional Djamaludin Malik. Perkawinan ini melahirkan Camelia Malik.
Sempat bersekolah di Surabaya, masa kecil Albar sempat berpindah-pindah tempat tinggal. Bandung adalah salah satu kota persinggahannya. Sementara itu diam-diam bakat seni Syech Albar menurun kepada dirinya. Bukan Cuma musik, tetapi juga film. Wajahnya yang lucu muncul pertama kali dalam film Djenderal Kantjil (1958). Saat itu usianya baru 12 tahun. Itu dibuktikannya dengan keberhasilan bandnya, Bintang Remaja, menjuarai festival band bocah di Jakarta (1960) sebelum kemudian membentuk band Kuarta Nada.
Ketika di Indonesia muncul peristiwa Gestapu, orang tua Albar yang merasa khawatir dengan situasi di tanah air saat itu segera menitipkannya pada seorang kerabat di Belanda. Kuarta Nada terpaksa bubar, hubungan dengan dunia film pun terputus. Sambil melanjutkan kriprah musiknya, Albar bekerja di sebuah restoran dan kursus gitar klasik.
Di negeri Negeri Kincir Angin ini karir musik Albar mulai mengkilap. Ia memenangkan kontes bakat yang diselenggarakan oleh TV Holland. Kesibukannya sebagai guest vocal The Tee Set segera menarik perhatian Take Five, kelolmpok musik anak-anak Melayu yang baru saja ditinggalkan penyanyinya, Willy Malakusea. Satu-satunya personel dari Belanda adalah Adrie Voorheijen, drummer yang juga memiliki agensi bernama Roulette.
Take Five sebenarnya memiliki peluang untuk berkembang, akan tetapi usianya hanya bertahan sampai tahun 1967. Albar pun menerima tawaran Eugene den Hoed, gitaris Clover Leaf, sebuah trio yang gemar memainkan musik keras. Clover Leaf pun berubah formasi menjadi Achmad Albar (vokal), Eugene den Hoed (gitar), Jack Verburgt (bas), Marcel Lahaye (organ), Adrie Voorheijen (drum).. Dibawah penanganan manager Jack van Loon, Clover Leaf berhasil mendapatkan kontrak dari Polydor. “Adrie itu personel yang bertubuh paling kecil,” cerita Albar, saat kami menghabiskan sisa waktu kunjungan di Mabes Polri.
Grup ini merilis singel “Time Will Show”, “Grey Clouds” dan “What Kind Of Man”. Namun karya yang berhasil melejitkan nama Clover Leaf sebagai grup yang patut diperhitungkan adalah “Don ’t Spoil My Day” ciptaan Jack V dan Albar, lagu pop berirama riang yang mengandalkan instrumen brass sebagai kekuatan aransemen. Berkat Lagu ini Clover Leaf berhasil menembus Austria, Belgia, Luxemburg, Jerman dan beberapa negara tetangga lainnya.
Tahun 1971 Euegene mengundurkan diri. Penggantinya adalah gitaris Ludwig Lemans, mantan grup 19th Dimension. Clover Leaf, yang berpindah label dari Polydor ke Imperial, semakin mengukuhkan status mereka sebagai panggung dengan atraksi memikat. Ludwig memberikan kontribusinya sebagai penulis berbakat pada “Tell The World”, “We Love ach Other”, namun sebenarnya secara popularitas tidak sesukses karya-karya terdahulu. Setelah merilis singel “Woman/If You Meet Her”, Clover Leaf membubarkan diri.
Suatu sore di pertengahan bulan Desember, di beranda rumahnya di kawasan Cilandak, Jakarta Timur, Mia memperdengarkan lagu-lagu Clover Leaf. Ia memperolehnya dalam format audio CD dari seorang penggemar berat Albar bernama Assiat. Sambil bercerita masa kecil kakaknya, Mia menggerak-gerakkan bahunya mengikuti irama “What Kind Of Man” yang aransemennnya bersuasana tahun ’70-an, mengingatkan pada The Cats, grup pop asal Belanda yang terkenal ketika itu. Saya mendapat kesan bahwa Clover Leaf adalah grup yang berusaha melepaskan diri dari keterikatan jenis musik tertentu. Mereka memainkan musik manis yang bernuansa Bee Gees atau Herman Hermits seperti pada “Time Will Show”. Namun adakalanya memasuki wilayah rock ‘n roll seperti “We Love Each Other” yang intronya sekilas mengingatkan pada “Day Tripper”nya The Beatles. Konon Albar sering menggerutu jika mendapati Mia tengah memutar lagu-lagu tersebut.
“Iyek itu waktu kecil bandel. Orangnya jahil. Temannya banyak dan besar-besar. Suatu hari pernah ada truk penuh tentara datang ke rumah. Kami sekeluarga sudah ketakutan, ternyata mereka mau ngajak Iyek main.” Albar juga seorang yang memiliki rasa setia kawan cukup tinggi. Ketika teman-temannya dari etnis Ambon diganggu kelompok suku lain, ia tampil membela mereka. “Pulang-pulang babak belur, padahal dia sendiri tak punya masalah dengan orang-orang itu.”
Saya coba merangkai kenangan Mia dengan cerita beberapa temannya dalam berbagai kesempatan terpisah. Potongan-potongan tersebut lantas membentuk pribadi yang terbuka, humoris, senang berkawan. Sedemikian terbuka sehingga pada saat sebuah prahara datang menyelinap dalam kehidupannya, ia lengah dan tidak siap. Albar seorang pribadi bersahabat dan serba longgar. Salah satu bentuk kelonggaran itu adalah seringnya terlambat datang, baik untuk keperluan latihan atau tampil di atas pentas. “Seringnya Iyek datang terlambat itu sudah cerita lama,” kata Jockie. Ian Antono punya cerita unik tentang ini.
Setiap kali God Bless mendapat tawaran manggung di luar kota dan mengharuskan rombongan naik pesawat terbang, ia mengaku selalu kebat-kebit. Albar dipastikan terlambat tiba di bandara. “Anehnya, setiap kali Iyek terlambat datang, pesawat yang akan kami tumpangi pasti delay,” kisah Ian tersenyum.
Jockie Suryoprayogo termasuk yang kerap dibuat jengkel oleh perilaku Albar yang selalu terlambat. Soal ini pula yang memicu perselisihan hebat antara kedua jago tua itu beberapa tahun silam. Benarkah Achmad Albar lucky man? Ternyata tidak juga. Ini contohnya: suatu hari usai God Bless tampil di Makassar, Albar kembali pada kebiasaannya. Rombongan seperti biasa berangkat lebih dulu menuju bandara. Apa yang terjadi? Pasawat yang mengangkut rombongan kembali ke Jakarta berangkat on time, Albar kali ini ia benar-benar ketinggalan! Bingung karena tidak memegang uang, Albar segera menghubungi Mia minta dikirimi tiket.
Albar seorang lelaki yang selalu berdandan necis. Ia amat menjaga penampilan. Saya pernah janjian untuk sebuah wawancara. Saat tiba di rumahnya, Albar sedang mandi. Sambil menunggu, saya melahap surat kabar dari halaman pertama sampai terakhir. Tak ada satu pun yang terlewat. Dua jam telah berlalu, dan Albar belum juga muncul dari kamar mandi!
Tahun 1972 Achmad Albar pulang ke Indonesia, Ludwig Lemans turut serta dengan maksud berlibur. Saat itu panggung musik tengah digempur oleh dua raksasa rock, The Rollies (Bandung) dan AKA (Surabaya). Yang disebut pertama memainkan brass section sebagai identitas musik mereka. Dengan maskot Bangun Sugito dan Deddy Stanzah, mereka telah mengantongi pengalaman manggung di Singapore dan Bangkok. Aksi panggungnya selalu memikat. Sementara AKA, juga sempat manggung dan rekaman di Singapore, memiliki atraksi lebih edan lagi. Ucok Harahap, vokalisnya, selalu meninggalkan sensasi di atas panggung seperti menggantung diri atau mengusung peti mati. Bangun Sugito dan Ucok sama-sama mengidolakan James Brown, raja soul itu.
Mendapati kenyataan iklim rock tengah marak, semangat bermusik Albar tersulut kembali. Bersama Ludwig, Albar mengajak adik iparnya, Fuad Hassan, mantan drummer The Pro’s, untuk mendirikan Crazy Wheel. Fuad mengajak lantas Donny Fattah Gagolla, pencabik bas yang pernah memperkuat grup Zonk dan Fancy. Pemain keyboardnya Deddy Dorres, yang baru meninggalkan Rhapsodia. Tidak lama kemudian nama Crazy Wheel berubah menjadi God Bless setelah Donny menemukan tulisan “May God Bless You..” pada sebuah kartu Natal dan Tahun Baru yang menggeletak di rumah Fuad Hassan.
Sejak awal terbentuk grup ini terus menerus bongkar pasang formasi. Nasution bersaudara yang terdiri dari Keenan (drum), Odink (gitar) dan Debby (keyboard) pernah bergabung selama satu tahun. Bahkan Dedy Stanzah pun masuk ke dalam daftar pemain meski hanya sekelebat. Namun Albar dan Donny lah personil asli yang tetap bertahan sampai hari ini.
Ketika muncul pertama kali di TIM tanggal 5 & 6 Mei 1973, Deddy Dorres sudah tidak nampak lagi. Ia digantikan Jockie Suryoprayogo. Lagu “Free Ride” yang dibawakan saat itu membuat terperangah penonton. God Bless menjanjikan sebuah harapan untuk membuat keseimbangan bagi kekuatan The Rollies dan AKA. Sayang sebelum sempat melahirkan rekaman Fuad Hassan dan Soman Lubis meninggal dalam sebuah kecelakaan sepeda motor di kawasan Pancoran, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ludwig Lemans pulang ke Belanda. Atas saran Jockie, God Bless merekrut Ian Antono (gitar) dan Teddy Sujaya (drum). Formasi ketujuh inilah yang paling solid.
Adalah God Bless yang dipercaya mendampingi supergrup Deep Purple ketika manggung di Gelora Bung Karno Jakarta pada 4 & 5 Desember 1974 atas atas undangan majalah Aktuil. Sempat tersiar kabar mereka ngeper menghadapi aksi Deep Purple, God Bless tampil habis-habisan di hari kedua. Menurut Donny Fattah, alasan ketidakmunculan God Bless sebenarnya lebih bersifat teknis. Pamasangan equipment Deep Purple sangat menyita waktu, sehingga tidak memungkinkan mereka untuk melakukan sound check apalagi tampil. “Hari pertama itu kami semua sudah berada di venue,” kata Donny Fattah.
Di luar kesibukan musiknya Albar kembali menekuni dunia akting, baik sebagai pemeran utama mau pun cameo bersama kalompoknya. Tercatat mereka pernah muncul dalam Ambisi (1973), Lelaki Pilihan (1973), Laila Majenun (1975) yang mempertemukannya Albar dengan lawan mainnya, Rini S Bono, Semalam Di Malaysia (1975) dan Si Doel Anak Modern (1975). Pada tahun 1976 God Bless untuk pertama kalinya merilis album. Dua lagu di antaranya, “Huma Di Atas Bukit” dan “Sesat” diangkat dari film Laila Majenun. Judul pertama sempat menuai kecaman karena dianggap begitu saja menjiplak “Fifth Of Firth”nya Genesis. Tetapi kontroversi ini justru semakin melambungkan popularitas mereka.
Sementara itu hubungan asmaranya dengan Rini S Bono terus berlanjut. Mereka merupakan pasangan idola remaja ketika itu. Setelah tampil dalam Pacar Seorang Perjaka (1978), ia menikahi Rini S Bono pada 28 April 1978. Rini cantik, Albar ganteng, dan karir yang memuncak, sungguh merupakan sebuah komposisi teramat ideal. Mereka dikaruniai tiga putera: Fauzi Aldino Albar (kini 28 tahun), Fachry Albar (kini 26) dan Faldy Albar (kini 25 tahun). Perkawinan mereka membuat banyak perempuan menggelepar.
Dengan tubuh 176 cm, kulit putih, hidung mancung dan rambut kribo yang menjadi ciri khasnya, sosok Albar melesat sebagai superstar. Penggemar melimpah, groupies berseliweran, personel God Bless pun memasuki fase kehidupan sex, drugs & rock ‘n roll. Ketika itu, mengkonsumsi obat-obatan di kalangan rocker merupakan hal biasa. Keliaran saat mungkin mendekati gambaran lagu “Discotheque” yang ditulis oleh Albar dan Ian Antono dalam album pertama Duo Kribo.
Kudengarkan musik rock n’ roll
Salah satu lagu Rolling Stones
Tercium baunya aroma
Asap narkotika dan ganja
Semua remaja berubah bagaikan boneka
Anehnya, serbuk setan itu tak berhasil menyentuh Albar. Seperti yang dikisahkan Teddy Sujaya, Ian pun sependapat bahwa Albar merupakan satu-satunya personil yang bersih dari terjangan morphin. “Justru dialah yang suka menyuntikan jarum kalau Jockie lagi sakaw.” Cara itu, menurutnya, merupakan ‘pertolongan’ jika salah seorang teman tengah menghadapi sakaratul maut. Albar pun dianggapnya paling rajin mengingatkan teman-temannya tentang bahaya psikotropika. “Iyek itu malaikat gue,” kata Jockie Suryoprayogo seraya menderaikan tawa.
Albar memang berhasil menghindar dari asap narkotika dan ganja, namun tak kuasa melepaskan diri dari kerubutan groupies yang mengubernya hingga ke kamar hotel. “Kalau cerita Iyek dengan perempuan sih, soal biasa,” kisah Teddy. Petualangannya dengan sejumlah perempuan akhirnya membuat Rini S Bono ngamuk. Mereka bercerai pada 1994 melalui Pengadilan Agama Bogor. Hak perwalian ketiga anak mereka jatuh ke tangan Albar.
Saya lantas teringat kisah Ucok Harahap yang semasa AKA jaya juga dikelilingi oleh wanita. Ada persamaan antara kedua orang ini. Sama-sama frontman, sama-sama penyanyi cadas, sama-sama berambut kribo dan digilai fans – terutama wanita. Yang membedakan adalah sikap yang diterima dari grupnya masing-masing. Ucok Harahap akhirnya dipecat oleh ketiga temannya (Syech Abidin, Arthur Kaunang, Sunata Tanjung), sedangkan God Bless terlihat lebih memberikan toleransi.
Sebagai seseorang yang telah mendedikasikan lebih separuh hidupnya untuk dunia seni, Albar merupakan sosok dengan energi tak terbentung. Di luar aktivitasnya dengan God Bless, ia telah melahirkan puluhan album solo. Salah satui album terbaiknya yakni Dunia Huru Hara garapan musikus Areng Widodo. Sampulnya menampilkan teknik airbrush yang terbilang mewah untuk ukuran saat itu. Albumnya yang paling mengundang polemik tentulah Zakia dengan Ian Antono sebagai penata musik. Ini rekaman dangdut. Publik saat itu rock murka, tak percaya bagaimana mungkin dua pentolan God Bless yang terbiasa memainkan progresif rock dapat melahirkan album seperti itu?
Albar memang tak sampai menghadirkan cengkok vokal seperti yang lazim dilakukan artis dangdut, namun justru karena itu kehadiran Zakia dianggap unik. Albumnya sendiri laku keras. Albar menerima honor 25 juta. “Waktu itu God Bless vakum. Terus terang kami lagi butuh duit,” bercerita Ian Antono. Sukses tersebut mendorong kedua sahabat ini untuk meneruskan proyek serupa. Namun album dangdut kedua itu tak lagi fenomenal.
Fariz RM berkesempatan tiga kali bertindak sebagai penata musik. Secita Cerita, Langkah Pasti dan Scenario. Semuanya tak ada yang mengindikasikan rock. Toh, Albar dianggap berhasil membuat terjemahan pada konsep musik yang diinginkan Fariz RM. Guruh Sukarno Putra dua kali memanfaatkan warna suara Albar yang khas itu dalam proyek kolosalnya: “Jenuh” (Gilang Indonesia Gemilang) dan “Lenggang Puspita” (Untukmu Indonesiaku). Ini seolah mengindikasikan bahwa karakter vokal Albar menyediakan ruang cukup luas untuk berbagai jenis musik. Album Kendali Dendam memperlihatkan persentuhan Albar dengan elemen klasik. Pada “Mencari” ciptaan Oddie Agam, Addi MS yang bertindak sebagai aranjer melibatkan Los Angeles Studio Orchestra untuk memberikan sentuhan string. Khusus untuk lagu ini penggarapannya dilakukan di O’Henry Studio, Los Angeles.
Kini dalam rambatan usianya yang ke-61, kasus pelik menghadang langkah sang Djenderal Kantjil. Adalah sungguh ironis ketika jagat musik rock telah mentasbihkannya sebagai ikon, sebagai panutan yang harus diteladani dedikasinya, Albar justru harus meringkuk di balik dinginnya tembok penjara. Harapan para penggemar God Bless untuk dapat mendengar album baru harus buyar untuk sementara. Menghadapi kepastian hukum yang akan diterima Albar, Abadi Soesman mengaku semangatnya langsung merosot.
“Tadinya di sisa umur seperti sekarang ini kami ingin memberikan yang terbaik untuk musik rock. Sekarang saya dalam keadaan under spirit. Saya sangat berharap persoalan Iyek segera selesai.”
Donny Fattah bahkan tak mampu memprediksi kapan proyek tersebut akan terealisir. “Tak mungkinlah kami membicarakan album baru tanpa melibatkan Iyek, karena persoalannya berhubungan dengan banyak hal. Soal konsep, kemasan, warna musik dan lain sebagainya. Setelah peristiwa (penangkapan) itu kami belum berkumpul lagi karena konsentrasi sedang ditujukan pada penyelesaian kasus Iyek.”
Nada optimis datang dari Ian Antono. Ia bermaksud menghubungi teman-temannya minus Albar untuk membahas kelanjutan album God Bless. Dengan studio pribadi miliknya, Ian tetap akan menyiapkan materi dasar untuk album baru.
“Kalau tinggal take vocal, mungkin gue akan ‘pinjem’ Iyak dari Mabes,” ujarnya tertawa. Sebuah tawa yang sulit ditafsirkan.
JOCKIE SURYOPRAYOGO : “Iyek Itu Malaikat Gue!”
Bagaimana Anda melihat masalah yang tengah dihadapi Acmad Albar?
Aku sih melihat peristiwa itu lebih pada masalah pribadi yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Tidak ada hubungannya pada profesi, sebagai apa pun juga. Gue juga dulu ngalamin seperti itu, dan nggak ada hubungannya dengan eksistensi di musik. Kalau dilakukan pada saat-saat umur masih tiga puluhan mungkin nggak apa-apa. Hanya saja, masalahnya akan berbeda ketika sekarang kita terlibat dalam usia seperti sekarang ini. Manusia kan punya limit umur. Kalau gue analogikan, misalnya itu terjadi pada gue sekarang, tantangannya lebih kepada bagaimana gue memanfaatkan sisa hidup.
Apakah ini bisa mempengaruhi karir Albar?
Buat gue nggak ada hubungannya. Kalau nanti dia bisa benar-benar clean lagi bisa saja, itu tergantung pada bagaimana cara dia membangun pencitraan dirinya. Tidak bisa hanya dengan pernyataan bahasa yang populis, tetapi harus dengan kerja yang kongkret dan pembuktian kreativitasnya.
Anda yakin Albar akan mampu melewati masa itu?
Yang menjadi kendala itu kan kemampuan dan daya kerja kita sekarang sudah berbeda jauh. Bukan berarti kreativitasnya akan berhenti. Tantangannya lebih ke internal. Waktu, kemampuan fisik dan lain sebagainya. Semua tergantung kepada motivasi.
Bagaimana Albar menggunakan narkoba Anda?
Ha-ha-ha! Gue keluar (dari God Bless) karena itu lagi…..Padahal dulu tahun 70-an Iyek adalah malaikat gue, yang selalu jagain gue. Semua orang tahu bagaimana humble-nya dia, bagaimana tolerannya dia sama orang, gimana baiknya dia sama orang.
Setelah Anda keluar dari God Bless, pernah bertemu dengan Albar?
Jarang sekali. Paling waktu pemakaman Chrisye aja, say hi gitu lah.
Apakah kasus ini akan berpengaruh pada dunia panggung?
Nggaklah. Tidak sejauh itu. Sekarang sudah bukan zamannya Harmoko lagi, dimana stigma-stigma diletakkan begitu saja di sembarang tempat. Sekarang gue rasa situasinya lebih wise, lebih terbuka, kok. (*)
*) Dimuat pertama kali di Majalah Rolling Stone Indonesia Edisi 33 – Januari 2008